Korban dijanjikan akan dipekerjakan di Turki dengan gaji Rp7 juta per bulan. Korban ini baru bekerja satu minggu tidak digaji karena sakit dan mendapat pelecehan seksual dari agen

Jakarta (ANTARA) - Lebih dari 1.200 orang menjadi korban perdagangan orang oleh sejumlah sindikat ke negara-negara di Timur Tengah, yakni Maroko, Turki, Suriah dan Arab Saudi.

Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Pol Herry Rudolf Nahak di Gedung Mabes Polri, Jakarta, Selasa, mengatakan sindikat pengiriman orang ke Maroko dengan tersangka Mutiara dan Farhan merekrut sekitar 500 korban dari NTB untuk dikirim ke Maroko.

Untuk jaringan pengiriman ke Turki, tersangka Erna Rachmawati merekrut 20 orang sejak 2018 sekaligus menjadi penampung di Jakarta dari Saleha yang merekrut 200 korban dari NTB sejak 2014.

"Korban dijanjikan akan dipekerjakan di Turki dengan gaji Rp7 juta per bulan. Korban ini baru bekerja satu minggu tidak digaji karena sakit dan mendapat pelecehan seksual dari agen," tutur Herry.

Sementara sindikat perdagangan orang dengan tujuan Suriah, yakni tersangka Muhammad Abdul Halim alias Erlangga menyalurkan 300 korban dari Tangerang, Banten, sejak 2014.

Dari Tangerang, korban ditampung dulu di Surabaya sebelum diterbangkan ke Malaysia untuk menuju Dubai, Turki, Suriah dan Sudan. Penampung di Surabaya hingga kini masih dalam pengejaran.

Korban dari Jakarta diterbangkan ke Surabaya terlebih dulu untuk selanjutnya menuju Malaysia, Dubai, Turki, Suriah, Sudan dan kembali ke Suriah.

Ada pun jaringan Arab Saudi dengan tersangka Faisal Hussein Saeed, Abdalla Ibrahim dan Neneng Susilawati merekrut 300 korban dari NTB dan menampungnya di apartemen di daerah Jakarta Selatan.

Herry mengatakan adanya kasus perdagangan orang diketahui saat pekerja migran mengalami masalah dan melapor ke KBRI atau konsulat. Selanjutnya Kementerian Luar Negeri menginformasikan kepada Bareskrim Polri.

Menurut dia, terdapat kemungkinan besar masih banyak WNI yang menjadi korban penipuan agen penyalur pekerja ilegal di negara-negara tersebut, tetapi tidak melapor karena diduga tidak mengalami masalah.

"Mungkin ada pekerja migran tanpa prosedur yang tidak ada masalah kerja, gaji cocok, tidak mengalami penganiayaan atau perkosaan, bisa 'survive' jadi tidak ada laporan," ujar Herry.

Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2019