Jakarta (ANTARA News) - Munculnya aliran sesat semacam Al Qiyadah Al Islamiyah menurut Kepala Badan Litbang Depag Prof Dr Atho` Mudzhar, terkait kondisi terpuruknya ekonomi serta gagasan tentang ratu adil dan penyelamatan. "Pengikutnya adalah orang-orang yang merasa kehilangan harapan ke depan sehingga kemunculan tokoh seperti Ahmad Mosadeq memang ditunggu-tunggu mereka," katanya di sela Diskusi "Living as Moslem in a Secular State" di Jakarta, Kamis malam. Menurut dia, aliran yang telah difatwakan sesat oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) itu memang layak terkena pasal-pasal pidana sehingga diamankan aparat kepolisian karena telah menodai agama Islam. "Al Qiyadah memang menodai Islam karena beranggapan bahwa Islam sudah hancur, Nabi Muhammad sudah selesai sehingga digantikan olehnya. Ini bisa dibaca dalam belasan halaman tanggapan Al Qiyadah terhadap fatwa MUI," katanya. Al Qiyadah juga menganggap shalat dan puasa Ramadhan belum wajib terkait dengan tahapan yang masih dalam masa perjuangan di Mekah. Enam tahap perjuangan Al Qiyadah, ujarnya, pertama perjuangan rahasia, perjuangan terang-terangan, hijrah, perang, futu (merebut) Mekah dan membangun Khilafah yang diramal akan terjadi pada 2024. Selain penahanan terhadap tokohnya, pemerintah, ujar Atho`, juga akan membina pengikutnya. Pembinaan Depag, lanjut dia, saat ini juga sudah dilakukan terhadap para tokoh Ahmadiyah dan saat ini sudah melewati dua kali pertemuan. "Kami melihat ada kemajuan. Kepada mereka kami beri tujuh opsi, antara lain, dibubarkan dan kembali ke Islam yang benar, membuat agama sendiri atau beralih ke aliran kepercayaan atau madzhab, yang seluruhnya ada konsekuensinya," katanya. Pembinaan juga telah dilakukan pada Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) atau sering disebut Islam jemaah, ujarnya. "Hasilnya mereka telah berubah dan mereposisi teologinya. Misalnya lebih inklusif dan membiarkan mesjidnya digunakan oleh seluruh umat Islam serta tidak lagi memiliki imam. Mereka sekarang sudah seperti Islam yang benar," katanya.(*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007