Jakarta (ANTARA) - Kementerian Perindustrian mendorong produk industri kecil dan menengah (IKM) untuk memiliki indikasi geografis guna meningkatkan daya tawar dan menghindari pemalsuan.
"Dengan Indikasi Geografis (IG), kemungkinan besar perajin dapat terlindungi dari pemalsuan. Perajin mungkin juga bisa meningkatkan daya tawar jadi lebih tinggi. Karena itu kami arahkan (dorong) ke sana," kata Sekretaris Direktorat Jenderal Industri Kecil Menengah dan Aneka Kementerian Perindustrian Eddy Siswanto dalam Pameran Jogja Istimewa di Jakarta, Selasa.
Indikasi Geografis adalah suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang dan/atau produk yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia atau kombinasi dari kedua faktor tersebut memberikan reputasi, kualitas, dan karakteristik tertentu pada barang dan/atau produk yang dihasilkan.
Tanda yang digunakan sebagai Indikasi Geografis dapat berupa etiket atau label yang dilekatkan pada barang yang dihasilkan. Tanda tersebut dapat berupa nama tempat, daerah, atau wilayah, kata, gambar, huruf, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut.
Menurut Eddy, IG bagi konsumen tertentu dapat menjadi penanda. Terlebih konsumen yang sangat menghargai pelestarian alam dan mendukung masyarakat lokal dan budayanya.
"Apalagi kalau misalnya pendaftaran IG ini betul-betul didasari dengan unsur terkait budaya, kondisi alam dan alat yang digunakan itu menurut pembeli asing akan jadi ukuran produk tersebut adalah produk yang dilakukan dengan produksi khusus dan sepenuh hati sehingga harganya jadi lebih tinggi," jelasnya.
Meski pendaftaran IG sangat direkomendasikan, Eddy menyebutkan, umumnya masih ada kendala kurangnya komunitas yang menjaga produk atau barang yang terdaftar IG.
"Itu yang sulit. Potensinya ada tapi tidak ada komunitas yang menjaga. Padahal IG ini mirip dengan SNI (Standar Nasional Indonesia) yang kalau tidak ada yang mempertahankan, ya bisa dicabut," tuturnya.
Kemenperin sendiri, lanjut Eddy, memfasilitasi pendaftaran IG mulai dari pengajuan ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM hingga pendanaan untuk mendapatkan sertifikasi tersebut.
"Kalau komunitasnya kuat, bisa membayar sendiri. Kalau tidak kuat, kami ada anggaran untuk membantu pendaftaran IG di beberapa daerah," pungkasnya.
Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2019