Banda Aceh (ANTARA News) - Gangguan satwa liar dilindungi di beberapa daerah di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), terutama harimau dan gajah, cenderung meningkat dalam beberapa tahun terakhir karena habitatnya terganggu akibat maraknya aktivitas masyarakat. "Ancaman gangguan satwa liar terhadap manusia itu tidak akan berhenti jika aksi perusakan hutan habitat hewan dilindungi ini terus berlangsung," kata seorang pencinta dan penyalamat lingkungan asal Aceh Selatan, Bestari Raden, di Tapaktuan, Kamis. Selama beberapa bulan terakhir, konflik antara manusia dengan satwa liar dilindungi itu terus berlangsung, terutama harimau dan gajah. Akibatnya, aktivitas para petani sering terganggu serta beberapa orang penduduk tewas dimangsa harimau Sumatera. Menurut Bestari Raden, selain beberapa orang penduduk ditemukan tewas dimangsa harimau di wilayah pantai barat selatan Provinsi NAD, juga tiga harimau tewas terjerat jaring babi serta diracun masyarakat serta dua ekor lainnya berhasil tertangkap hidup. Harimau yang tewas terjerat jaring babi terjadi di kawasan Sawang (Aceh Selatan), yang mati diracun terjadi di Desa Ranto Sabun/Ligan, Kecamatan Sampoiniet, Kabupaten Aceh Jaya, sedangkan yang tertangkap hidup kini diamankan di kantor Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) di Banda Aceh. "Kalau gangguan gajah terjadi akhir-akhir berada di wilayah Aceh Utara dan pantai barat selatan Aceh," katanya. Pimpinan Yayasan "Rimueng Lamkalut" Bestari Raden mengharapkan kepada pemerintah daerah dan lembaga yang berwenang menangani gangguan satwa liar dapat bekerja lebih serius guna mencegah keresahan masyarakat petani Aceh. Sebelumnya, Kepala BKSDA Aceh Andi Basrul menyebutkan, pihaknya mengalami kesulitan menanggulangi gangguan satwa liar gajah dan harimau yang terjadi dibeberapa wilayah akhir-akhir ini karena tidak didukung dana cukup. "Kami tidak bisa berbuat banyak dalam mengatasi keluhan masyarakat atas maraknya gangguan satwa liar dilindungi, termasuk gangguan buaya," kata Andi Basrul.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007