Jakarta, 1 November 2007 (ANTARA) - PT Antam Tbk (ASX - ATM; JSX ANTM) mengumumkan laba bersih perusahaan tidak diaudit pada sembilan bulan pertama tahun 2007 naik 374% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya menjadi Rp3,831 triliun, atau US$421 juta. Pada sembilan bulan pertama tahun 2006, laba bersih Antam tercatat Rp809 miliar atau US$88 juta. Earnings per Share (EPS) pada sembilan bulan pertama tahun 2007 mencapai Rp401,69, sementara EPS pada sembilan bulan pertama tahun 2006 tercatat Rp84,80. Peningkatan tajam ini disebabkan kenaikan harga jual nikel dan emas serta peningkatan volume penjualan bijih nikel dan feronikel. Kenaikan laba bersih juga disebabkan laju kenaikan harga pokok penjualan yang lebih rendah. Direktur Utama Antam, D. Aditya Sumanagara mengatakan: Kami sangat gembira dengan kinerja keuangan sembilan bulan pertama 2007 yang merupakan pencapaian tertinggi selama ini. Dengan didukung kenaikan harga nikel, kita dapat melihat dampak positif peningkatan volume produksi, serta pada saat yang bersamaan laju kenaikan biaya dapat diturunkan. Meski peningkatan volume produksi feronikel terbatasi dengan adanya masalah di pabrik FeNi III , kami dapat meminimalisir dampaknya dengan meningkatkan volume penjualan bijih nikel ke China. Kami juga telah membayar sebagian besar hutang kami dan saat ini memiliki jumlah kas yang cukup besar sehingga struktur finansial kami kuat. Posisi kami saat ini cukup solid untuk memanfaatkan kas yang dimiliki dan mengambil hutang baru guna berinvestasi dalam proyek pertumbuhan organik maupun melakukan akuisisi. Penjualan Nilai penjualan Antam pada sembilan bulan pertama tahun 2007 naik 143% menjadi Rp8,270 triliun dibandingkan Rp3,401 triliun pada 9M06. Porsi terbesar kenaikan penjualan sebesar Rp4,868 triliun disumbang komoditas bijih nikel dengan kontribusi 57%, disusul feronikel dengan kontribusi 35% dan emas dengan kontribusi 8%. Tingkat kenaikan penjualan ini lebih besar dibandingkan dengan tingkat penjualan tahun 2006 yang naik 53% yang hampir seluruhnya disumbang komoditas feronikel. Kenaikan penjualan komoditas Antam lainnya seperti perak, pasir besi, jasa pemurnian logam mulia dan logam mulia lainnya tidak berkontribusi signifikan terhadap peningkatan penjualan Antam. Sementara itu, penjualan bijih bauksit tercatat mengalami penurunan. Nilai penjualan bijih nikel naik 241% menjadi Rp3,939 triliun seiring dengan kenaikan harga jual dan volume penjualan. Bijih nikel yang hampir seluruhnya dijual sebagai saprolit (kadar nikel tinggi dan rendah) ke produsen feronikel dan baja nirkarat di Eropa dan Asia menjadi kontributor terbesar penjualan di atas feronikel. Bijih nikel Antam dijual melalui kontrak jangka pendek dan menengah dengan menggunakan harga spot nikel internasional. Pada 9M07, Antam memproduksi 5.205.907 wet metric tonnes (wmt) bijih nikel saprolit dan mengekspor 5.010.268 wmt. Harga rata-rata saprolit naik 53% menjadi US$85,43/wmt. Antam meningkatkan volume penjualan bijih nikel di tahun 2007 dengan mengekspor bijih nikel saprolit ke China untuk pertama kali. Sebelumnya, Antam selalu mengekspor bijih nikel saprolit ke Jepang dan selama empat tahun terakhir mulai mengekspor ke Eropa Timur. China mulai menjadi konsumen bijih nikel utama di tahun 2006 seiring dengan digunakannya teknologi lama blast furnaces untuk memproduksi nickel contained in pig iron untuk dijual ke perusahaan baja nirkarat di dalam negeri China. Antam melakukan pengapalan uji coba ke China pada tahun 2006 dan mengadakan tender di bulan Februari 2007, yang dimenangkan oleh tiga perusahaan China yang akan membeli dua juta ton saprolit. Pada tahun 2006, Antam mengekspor 3,4 juta wmt saprolit. Pada tahun 2007, seiring dengan adanya permintaan dari China, Antam akan meningkatkan ekspor saprolit menjadi sekitar 5,5 juta wmt. Jika permintaan dari China masih tetap kuat yang didukung harga nikel yang solid, Antam akan mengekspor antara 5 - 6 juta ton wmt bijih nikel pada tahun 2008. Untuk komoditas feronikel, volume penjualan berada di bawah estimasi sebelumnya. Nilai penjualan komoditas feronikel yang sebelumnya menjadi kontributor terbesar penjualan, naik 101% menjadi Rp3,377 triliun seiring dengan kenaikan harga jual dan volume penjualan. Pada 9M07, volume produksi feronikel tercatat 12.258 ton nikel dalam feronikel (TNi) sementara volume penjualan tercatat 9.279 TNi. Harga jual rata-rata feronikel naik 73% menjadi US$18,28/lb. Komoditas feronikel Antam yang memiliki content 20% nikel, dijual melalui kontrak jangka menengah hingga panjang dengan menggunakan basis harga spot ke produsen baja nirkarat di Eropa dan Asia. Menyusul kebocoran di dinding tanur pabrik FeNi III tanggal 16 Juni 200 7, peningkatan pendapatan dari feronikel berada di bawah estimasi sebelumnya. Pada tanggal 26 Agustus 2007 Antam melakukan switch on kembali pabrik FeNi III setelah dilakukan perbaikan. Untuk mengantisipasi kebocoran serta aspek keamanan operasi pabrik, Antam akan terus memonitor kondisi tanur meningkatkan beban sampai dengan 25 megawatts dari beban maksimal 42 MW. Target produksi feronikel tahun 2007 adalah 16.000 TNi, di luar 400-2.000 TNi kemungkinan volume tambahan yang berasal dari toll smelting. Untuk memastikan operasi yang aman dan stabil, untuk tahun 2008 Antam menargetkan volume produksi feronikel mencapai 17.000 TNi. Komoditas emas tetap menjadi kontributor terbesar ketiga Antam. Nilai penjualan komoditas ini naik 103% menjadi Rp737 miliar menyusul kenaikan volume penjualan dan harga jual. Antam memproduksi 2.128 kg emas (ekuivalen dengan 68.417 oz) dan menjual 3.730 kg (ekuivalen dengan 119.922 oz) pada 9M07. Komoditas perak yang merupakan by product proses pemurnian emas Antam, menghasilkan Rp72 miliar atau naik 33% dibandingkan 9M06. Antam memproduksi 17.949 kg perak (ekuivalen dengan 577.074 oz) dan menjual 18.894 kg (ekuivalen dengan 607.456 oz) pada 9M07. Harga jual emas dan perak Antam masing-masing naik 12% menjadi US$673,24/oz dan 14% menjadi US$13,17/oz. Antam menargetkan produksi emas mencapai 2.980 kg (ekuivalen dengan 95.809 oz) dan produksi perak 22.700 kg (ekuivalen dengan 729.822 oz) pada tahun 2007. Antam melakukan pemurnian emas di Unit Logam Mulia yang merupakan satu-satunya unit pemurnian logam mulia di Asia Tenggara. Unit ini memproduksi emas dan perak yang terakreditasi secara internasional untuk kemurnian dan kualitas, sehingga jasa pemurnian ini juga dipakai oleh pihak ketiga. Pada 9M07, pendapatan Logam Mulia naik 118% menjadi Rp23 miliar. Saat ini Unit Logam Mulia hanya beroperasi 35% dari kapasitas pemurnian emas 75 ton (75.000 kg atau 2,4 juta oz), sehingga unit ini memiliki potensi yang besar pada saat kondisi industri pertambangan emas Indonesia membaik. Seiring dengan penurunan permintaan atas bauksit yang memiliki kadar silika tinggi, nilai penjualan dari bauksit turun 19% menjadi Rp110 miliar dan berkontribusi 1% dari total penjualan Antam. Antam saat ini hanya memiliki bauksit dengan kadar silika tinggi di tambang bauksit Kijang yang hampir habis cadangannya. Volume penjualan bauksit Antam turun 23% menjadi 826.071 wmt sementara harga jual bauksit naik 7% menjadi US$14,61/wmt. Untuk meningkatkan nilai cadangan bauksit, Antam akan mengolah cadangan bauksit yang berjumlah 84 juta ton di Tayan menjadi alumina. Meski komoditas pasir besi berkontribusi sangat kecil, pendapatan dari komoditas ini naik 864% menjadi Rp9 miliar. Sekitar 97% penjualan Antam berasal dari pasar ekspor, dan hampir seluruhnya berdenominasi dolar Amerika. Tiga konsumen terbesar Antam (sekitar 10% dari total konsumen Antam) yang berkontribusi hampir setengah dari total pendapatan merupakan pembeli feronikel. Ketiganya adalah Avarus AG (agen Antam di Eropa untuk produsen baja nirkarat dengan kontribusi Rp1,713 triliun), Yieh United (perusahaan baja nirkarat Taiwan dengan kontribusi Rp956 miliar) dan Posco (produsen baja nirkarat Korea Selatan dengan kontribusi Rp921 miliar). Pendapatan dari segmen nikel mencapai 89% dari total pendapatan Antam, dengan kontribusi bijih nikel mencapai 48% sementara kontribusi feronikel tercatat 41%. Pada tahun 2006, kontribusi bijih nikel dan feronikel masing-masing mencapai 34% dan 49%. Perubahan komposisi ini disebabkan kenaikan volume penjualan bijih nikel ke China serta adanya kebocoran dinding tanur pabrik FeNi III pada bulan Juni 2007 yang menyebabkan penurunan produksi feronikel. Di masa depan, Antam merencanakan untuk menghasilkan sebagian besar pendapatannya dari kegiatan pengolahan sumber daya mineral yang memiliki nilai tambah. Pendapatan segmen emas tercatat sama di level 9% dari total pendapatan. Saat ini segmen nikel berkontribusi dua pertiga dari total pendapatan Antam, namun ke depannya Antam berencana untuk memperbesar kontribusi dari komoditas lain dengan mempertahankan diversifikasi produk, di antaranya dengan pengolahan cadangan bauksit menjadi alumina serta akuisisi aset emas. Harga Pokok Penjualan Harga pokok penjualan Antam naik Rp922 miliar atau 49% menjadi Rp2,818 triliun. Komponen harga pokok penjualan yang mengalami kenaikan terbesar adalah biaya bahan, disusul biaya jasa penambangan, serta royalti. Laju kenaikan harga pokok penjualan tercatat lebih rendah jika dibandingkan tahun 2006 dimana harga pokok penjualan naik Rp719 miliar, atau 61% menjadi Rp1,895 triliun. Pada tahun 2006, komponen yang mengalami kenaikan terbesar adalah bahan bakar, bahan, dan depresiasi. Biaya produksi Antam (harga pokok penjualan sebelum penyesuaian terhadap persediaan), meningkat Rp1,308 triliun, atau 66%, menjadi Rp3,284 triliun. Besarnya tingkat kenaikan tersebut lebih kecil dibanding di tahun 2006. Di tahun 2006, biaya produksi Antam naik 77% menjadi Rp1,976 triliun. Kenaikan biaya produksi di tahun 2007, disumbang oleh bahan baku sebesar 34%, jasa penambangan bijih 16%, royalti 11%, gaji 9%, depresiasi 7%, bahan bakar dan lain-lain sebesar 6% dan perbaikan 5%. Sedangkan di tahun 2006, kenaikan biaya produksi disumbangkan oleh bahan bakar 30%, bahan baku 26%, depresiasi 17%, jasa penambangan bijih 13% dan gaji 11%. Lima besar komponen biaya di tahun 2007 - mulai dari yang terbesar - adalah biaya bahan, jasa penambangan bijih, bahan bakar, depresiasi dan gaji. Satu-satunya perubahan dari tahun 2006 adalah bertukarnya urutan posisi bahan bakar dan jasa penambangan bijih. Pada tahun 2007, lima besar biaya tersebut berkontribusi 88% dari total harga pokok penjualan dibanding 81% di sembilan pertama tahun 2006. Kenaikan dan perubahan dari struktur harga pokok penjualan Antam disebabkan oleh kenaikan ekspor bijih, lebih rendahnya kontribusi feronikel terhadap pendapatan, harga minyak dunia yang lebih tinggi dan lebih tingginya hargaharga jasa dan input untuk penambangan, termasuk tenaga kerja. Beban bahan adalah komponen biaya terbesar yaitu Rp819 miliar dan merupakan 25% dari total biaya produksi. Pada tahun 2006, beban bahan naik 162% dan merupakan 19% dari total biaya produksi. Komponen ini naik 122% di tahun 2007, kenaikan terbesar kedua dari segi persentase setelah royalti, terutama disebabkan oleh biaya pembelian bijih nikel dari pihak ketiga, walaupun juga disebabkan oleh kenaikan harga-harga suku cadang dan bahan baku lainnya secara umum. Biasanya Antam menggunakan umpan bijih milik Antam sendiri untuk fasilitas produksinya. Namun pada tahun 2003, Antam menandatangani kontrak dengan PT Inco, untuk secara bersamasama memproduksi sebagian dari deposit bijih nikel mereka di Pomalaa Timur, di sebelah wilayah produksi Antam. Antam akan memproses 1.000.000 wmt (+/-10%) bijih nikel saprolit dari Pomalaa Timur tersebut paling tidak hingga perjanjian berakhir di pertengahan tahun 2008. Harga bijih tersebut dikaitkan dengan harga spot internasional dan menjadi sangat mahal sehubungan dengan naiknya harga spot internasional tersebut. Berhubung marjin keuntungan Antam juga meningkat dalam situasi ini, Antam akan tetap menggunakan bijih nikel dari deposit Pomalaa Timur milik PT Inco tersebut. Di samping itu Antam dapat menghemat cadangan bijih Antam sendiri untuk produksi dimasa datang dan pada saat bersamaan memungkinkan Antam untuk menggunakan sumber daya penambangannya untuk menambang dan mengekspor bijih nikel yang tidak dapat digunakan untuk produksi feronikel. Jasa penambangan bijih naik 63% menjadi Rp541 miliar dan merupakan 16% dari total biaya produksi. Pada periode yang sama di tahun 2006, biaya jasa ini naik 50% dan merupakan 17% dari total biaya produksi. Antam menggunakan jasa kontraktor penambangan bijih untuk hampir semua kegiatan penambangan dan transportasi bijihnya. Dengan meningkatnya ekspor bijih Antam, penggunaan jasa penambangan juga meningkat. Di samping itu, dengan meningkatnya biaya produksi kontraktor, seperti bahan bakar, maka biaya jasa penambangan juga meningkat. Antam menggunakan baik kontraktor yang memiliki hubungan istimewa maupun kontraktor pihak ketiga untuk mendapatkan jasa penambangannya. Namun 'terms' dari transaksi dengan pihak istimewa adalah berdasarkan harga pasar yang wajar dan 'on arms length basis' serta sebanding dengan apa yang telah disepakati dengan kontraktor pihak ketiga. Biaya jasa penambangan mungkin akan lebih tinggi bila Antam tidak menggunakan bijih dari PT Inco. Komponen biaya produksi terbesar ketiga adalah bahan bakar, yang meningkat 21% menjadi Rp423 miliar dan merupakan 13% dari total biaya produksi. Di tahun 2006 biaya ini naik jauh lebih besar yaitu 285% dan merupakan 18% dari total biaya produksi. Kenaikan tersebut terutama disebabkan oleh naiknya harga minyak dunia dan meningkatnya produksi feronikel. Harga rata-rata bahan bakar untuk keperluan pembangkit tenaga listrik Antam naik 12% menjadi Rp3,657 per liter dari Rp 3.264 per liter. Konsumsi bahan bakar Antam terutama berasal dari produksi feronikel yang bersifat energy-intensive. Dengan kebutuhan energi kedua tertinggi setelah kebutuhan energi untuk memproduksi aluminium, sekitar 50% dari biaya produksi feronikel adalah dari bahan bakar. Pembangkit listrik milik Antam sebesar 102MW dapat menggunakan dua bahan bakar (yaitu diesel atau gas) dan dibangun dan dioperasikan oleh Wartsila dari Finlandia. Pembangkit listrik tersebut menghasilkan seluruh energi yang dibutuhkan Antam untuk ketiga pabrik smelternya, FeNi I, FeNi II dan FeNi III. Secara umum membutuhkan 10.000 liter bahan bakar untuk memproduksi 1 ton nikel dalam feronikel, 90% dari total kebutuhan energi Antam berasal dari fasilitas feronikel Antam di Pomalaa. Antam memiliki rencana untuk menurunkan biaya produksi feronikelnya dengan mengkonversi bahan bakarnya dari bahan bakar diesel yang lebih mahal ke bahan bakar yang lebih murah seperti gas, hydro atau batu bara. Dengan telah beroperasinya FeNi III, biaya depresiasi Antam naik 37% menjadi Rp353 miliar dan merupakan 11% dari total biaya produksi. Di tahun 2006, depresiasi meningkat 124% dan merupakan 13% dari total biaya produksi. Seiring dengan membaiknya kinerja perusahaan, biaya gaji naik 49% menjadi Rp351 miliar and merupakan 11% dari total biaya produksi. Di tahun 2006, biaya gaji naik 64% dan merupakan 12% dari total biaya produksi. Selain dari komponen-komponen biaya terbesar di atas, perubahan biaya yang cukup besar adalah kenaikan pembayaran royalti sebesar 191% menjadi Rp224 miliar di mana hal tersebut berkaitan dengan kenaikan nilai pendapatan Antam. Biaya perbaikan dan pemeliharaan, terutama untuk FeNi III, naik 321% menjadi Rp80 miliar. Biaya lain-lain naik 105% menjadi Rp164 miliar. Selain jasa penambangan bijih, semua lima besar komponen harga pokok penjualan Antam untuk sembilan bulan pertama mengalami tingkat kenaikan yang lebih rendah di tahun 2007 dibanding tahun 2006. Hal ini terutama berlaku bagi biaya bahan bakar. Laba Kotor, Margin Kotor Berhubung pendapatan Antam naik dengan tingkat yang lebih besar dibandingkan dengan kenaikan biaya, laba kotor Antam naik sebesar Rp3,946 triliun, atau 262% menjadi Rp5,452 triliun. Dengan demikian, marjin kotor Antam naik menjadi 66% dari 44%. Biaya, Laba dan Marjin Operasi Biaya operasi Antam naik 69% menjadi Rp320 miliar, terutama disebabkan oleh kenaikan biaya umum dan administrasi sebesar 48% menjadi Rp261 miliar. Biaya umum dan administrasi meningkat dikarenakan kenaikan gaji sebesar 65% menjadi Rp135 miliar dan adanya provisi untuk rekening ragu-ragu sebesar Rp40 miliar yang sebelumnya tidak ada di tahun 2006. Komponen lain yang cukup signifikan dalam kategori umum dan administrasi adalah biaya lain-lain yang turun 31% menjadi Rp22 miliar. Selain disebabkan oleh biaya umum dan administrasi, biaya operasi juga naik disebabkan oleh kenaikan biaya aktifitas pemasaran kantor Tokyo sebesar 122% menjadi Rp20 miliar dan kenaikan sebesar 806% dari biaya eksplorasi menjadi Rp39 miliar. Laba operasi Antam naik Rp3,815 triliun atau 290% menjadi Rp5,132 triliun. Dengan demikian, marjin operasi Antam meningkat menjadi 62% dari 39%. Pendapatan lain-lain dan Laba Bersih Dalam sembilan bulan pertama 2007, Antam membukukan pendapatan lain-lain sebesar Rp321 miliar dibandingkan biaya lain-lain sebesar Rp157 miliar di tahun 2006. Penyebab utamanya adalah adanya pendapatan yang berasal dari penalti dan klaim asuransi, penerimaan dividen, pendapatan bunga yang lebih tinggi, biaya bunga yang lebih rendah dan adanya laba selisih kurs dibanding adanya rugi selisih kurs di tahun 2006. Antam menerima Rp86 miliar kompensasi yang terkait dengan FeNi II dan FeNi III. Sehubungan dengan keterlambatan serah terima FeNi III di tahun 2006, Antam mengajukan klaim untuk kompensasi. Menyusul klaim yang diajukan pada tanggal 30 April 2007 tersebut, Antam menerima US$8,6 juta (Rp78 miliar) dari kontraktor Antam, Mitsui & Co Ltd dan Kawasaki Heavy Industries Ltd. Pada bulan April 2007, Antam menerima dua kompensasi yang berasal dari klaim asuransi berkaitan dengan kerusakan FeNi II di tahun 2005, sebesar Rp8 miliar. Antam menerima pendapatan dividen sebesar Rp68 miliar dari perusahaan patungan (JV) di bidang pertambangan emas dengan Newcrest Singapore, PT Nusa Halmahera Minerals. Sehubungan dengan posisi kas Antam yang lebih besar dan suku bunga Rupiah yang lebih tinggi, walaupun suku bunga dolar Amerika lebih rendah, pendapatan bunga Antam naik 324% menjadi Rp83 miliar. Walaupun Rupiah menguat dalam periode tersebut, yang mengakibatkan aset dolar Antam berkurang nilainya, namun berhubung dengan pelunasan obligasi dolar, Antam membukukan laba selisih kurs sebesar Rp110 miliar dibandingkan dengan rugi selisih kurs sebesar Rp61 miliar di periode yang sama di tahun 2006. Pelunasan hutang tersebut juga menyebabkan beban bunga Antam turun 42% menjadi Rp56 miliar. Antam menghasilkan laba bersih sebesar Rp3,831 triliun (US$421 juta), peningkatan sebesar 374% dibandingkan sembilan bulan pertama tahun 2006. Neraca Posisi neraca Antam pada sembilan bulan pertama 2007 menguat seiring dengan peningkatan kas yang besar serta adanya aktivitas penurunan hutang. Total aktiva Antam meningkat signifikan sebesar 64% menjadi Rp10,938 triliun dan posisi kas meningkat 438% menjadi Rp4,380 triliun. Total hutang jangka panjang mengalami penurunan 55% menjadi Rp788 miliar. Hutang jangka panjang pada sembilan bulan pertama 2007 yang tercatat sebesar 9% dari total aktiva mengalami penurunan sebesar Rp1,811 triliun dari sebelumnya yakni 27% dari total aktiva. Rasio lancar Antam mengalami sedikit penurunan dari 378% menjadi 364% dengan posisi modal kerja meningkat dari Rp1,935 triliun menjadi Rp5,127 triliun. Rasio total kewajiban terhadap ekuitas mengalami penurunan dari 89% menjadi 47% sementara komposisi kewajiban terhadap ekuitas sebesar 32:68. Kondisi neraca Antam menunjukkan peningkatan dan siap untuk leverage up serta melakukan investasi untuk pertumbuhan perusahaan. Posisi ekuitas Antam tercatat sebesar Rp7,463 triliun atau meningkat 111% dari periode yang sama tahun 2006. Dari posisi ekuitas tersebut, sejumlah Rp6,484 triliun merupakan saldo laba ditahan. Aktiva Akibat peningkatan posisi kas yang besar, aktiva lancar tercatat meningkat 169% menjadi Rp7,068 triliun atau 65% dari total aktiva. Aktiva tidak lancar tercatat turun 4% menjadi Rp3,869 triliun yang sebagian besar disebabkan adanya depresiasi aktiva tetap. Posisi kas dan setara kas meningkat 438% menjadi Rp4,380 triliun seiring dengan peningkatan harga komoditas dan volume penjualan. Sebagai hasil dari posisi kas yang besar dan aktivitas penurunan hutang, Antam memiliki net cash Rp3,381 triliun dibandingkan posisi net debt pada periode yang sama tahun 2006 sebesar Rp996 miliar. Sejumlah 89% dari total kas Antam berdenominasi US dollars sementara sisanya adalah Rupiah. Komposisi deposito sebesar 77% sementara sisanya dalam rekening giro dan penempatan kas tersebut tersebar di beberapa bank domestik. Suku bunga Rupiah meningkat pada rentang 3,25% - 11,50% sementara suku bunga US dollar mengalami penurunan pada rentang 3,55% - 9,30%. Posisi piutang usaha pada pihak ketiga meningkat 9% menjadi Rp923 miliar dengan posisi pelanggan terbesar serupa dengan tahun 2006, seperti Avarus AG (agen di Eropa, feronikel), Raznoimport Nickel (UK) Ltd, (bijih nikel), Mitsui & Co (feronikel). Pelanggan baru diantaranya pembeli bijih nikel dari Cina seperti Shanghai International Trading Co Ltd. Antam meyakini bahwa penyisihan piutang tidak tertagih sebesar Rp45 miliar cukup untuk menutup potensi kerugian dari piutang tidak tertagih. Posisi persediaan Antam meningkat 126% menjadi Rp1,588 triliun seiring dengan peningkatan pada persediaan produk sebesar 85% menjadi Rp325 miliar, peningkatan pada persediaan dalam perjalanan menjadi Rp244 miliar yang tidak terjadi pada periode yang sama tahun 2006 dan juga peningkatan sebesar 85% atau menjadi Rp551 miliar pada suku cadang dan bahan pembantu. Persediaan produk meningkat sebagian besar disebabkan oleh peningkatan feronikel sebesar 396% menjadi Rp502 miliar seiring dengan peningkatan biaya untuk memproduksi feronikel. Aktiva tetap Antam tercatat turun 11% menjadi Rp3,080 triliun seiring dengan adanya depresiasi. Depresiasi aktiva tetap meningkat 36% menjadi Rp356 miliar pada sembilan bulan pertama 2007. Total penurunan pada aktiva tetap tersebut lebih besar dari peningkatan biaya eksplorasi dan pengembangan tangguhan sebesar 37% menjadi Rp485 miliar maupun peningkatan aktiva pajak tangguhan sebesar 64% menjadi Rp189 miliar. Kewajiban Total kewajiban lancar Antam tercatat meningkat Rp336 miliar atau sebesar 11% menjadi Rp3,475 triliun seiring dengan peningkatan kewajiban lancar sebesar 179% menjadi Rp1,941 triliun walaupun terdapat penurunan kewajiban tidak lancar sebesar 37% menjadi Rp1,534 triliun. Posisi kewajiban lancar Antam tercatat berkontribusi sebesar 56% dari total kewajiban. Faktor utama yang berkontribusi pada peningkatan kewajiban lancar Antam adalah peningkatan sebesar 396% pada hutang pajak menjadi Rp1,110 triliun seiring dengan peningkatan laba kena pajak. Hutang pajak berkontribusi sebesar 57% dari kewajiban lancar. Hutang usaha pihak ketiga Antam tercatat meningkat 68% menjadi Rp131 miliar dengan komposisi terbesar dari PT Inco untuk bijih nikel sebesar Rp82 miliar. Dari sejumlah hutang usaha tersebut, 71% berdenominasi US dollar dan 88% akan jatuh tempo dalam 30 hari. Posisi biaya masih harus dibayar meningkat 43% menjadi Rp451 miliar den-gan kontribusi peningkatan terbesar berasal dari pembelian bahan baku (bijih nikel) senilai Rp117 miliar (posisi pada periode yang sama tahun 2006 yang tidak signifikan), peningkatan sebesar 238% menjadi Rp105 miliar pada eksploitasi dan Rp90 miliar pada jasa penambangan dan pengangkutan. Bagian kewajiban jangka panjang untuk pinjaman investasi meningkat 284% menjadi Rp211 miliar dengan posisi PT Bank Central Asia (BCA) sebesar Rp121 miliar dan posisi PT Bank Mandiri sebesar Rp90 miliar. Kewajiban tidak lancar Antam tercatat mengalami penurunan sebesar 37% menjadi Rp1,534 triliun seiring dengan penurunan hutang akibat pembayaran kembali obligasi dolar senilai Rp1,547 triliun. Dalam rangka pembayaran kembali tersebut, Antam meningkatkan pinjaman investasi dengan PT BCA dari Rp263 miliar menjadi Rp588 miliar serta melakukan penarikan pinjaman investasi baru dari PT Bank Mandiri sebesar Rp411 miliar. Hasil dari pembayaran kembali obligasi dan peningkatan pinjaman investasi dari BCA dan Bank Mandiri dapat menurunkan total pinjaman investasi sebesar 45% menjadi Rp999 miliar. Kewajiban jangka panjang setelah dikurangi bagian satu tahun dalam bentuk pinjaman investasi mengalami penurunan 55% menjadi Rp788 miliar. Rata-rata suku bunga pinjaman untuk fasilitas pinjaman investasi BCA dan Bank Mandiri pada tahun 2007 mencapai 6,86% (US$) per tahun. Kewajiban tidak lancar Antam lainnya adalah untuk kewajiban pensiun dan imbalan paska-kerja lainnya yang meningkat 9% menjadi Rp662 miliar. Arus Kas Posisi arus kas Antam mengindikasikan peningkatan harga komoditas dan volume penjualan yang dihasilkan pada sembilan bulan pertama tahun 2007. Selain itu arus kas juga mengindikasikan biaya produksi yang meningkat dan penurunan arus kas dari aktivitas investasi seiring dengan selesainya proyek ekspansi FeNi III dan persiapan untuk investasi selanjutnya. Arus kas bebas Antam yang dihitung dari arus kas dari aktivitas operasi dikurangi dengan belanja modal mencapai Rp4,910 triliun dibandingkan dengan Rp712 miliar pada periode yang sama tahun 2006. Belanja modal Antam tercatat turun 63% menjadi Rp90 miliar pada sembilan bulan pertama tahun 2007 dibandingkan Rp242 miliar pada periode yang sama tahun 2006. Belanja modal terbesar senilai Rp60 miliar berasal dari segmen emas, tidak seperti tahun 2006 yang berasal dari segmen nikel. Arus kas dari aktivitas operasi tercatat meningkat 447% menjadi Rp4,198 triliun seiring dengan penerimaan dari pelanggan meningkat 170% menjadi Rp8,248 triliun. Pembayaran kepada pemasok mengalami penurunan 56% menjadi Rp2,758 triliun, hal ini berbeda dengan tahun 2006 yang mengalami peningkatan 107%. Pembayaran kepada komisaris, direktur dan karyawan meningkat 47% menjadi Rp490 miliar. Seiring dengan peningkatan laba, pembayaran pajak meningkat 194% menjadi Rp1,013 triliun. Arus kas dari aktivitas investasi tercatat turun 99% menjadi Rp5 miliar seiring dengan penyelesaian pembayaran untuk konstruksi pabrik FeNiIII. Perolehan aktiva tetap mengalami penurunan 63% menjadi Rp90 miliar. Biaya eksplorasi dan pengembangan meningkat 60% menjadi Rp157 miliar. Arus kas dari aktivitas investasi lainnya termasuk penerimaan pendapatan denda dan klaim asuransi (terkait dengan perbaikan FeNi II pada tahun 2005 dan keterlambatan penyerahan pabrik FeNi III pada tahun 2006) sebesar Rp86 miliar atau mengalami peningkatan 682% serta pendapatan dividen sebesar Rp 121 miliar. Arus kas yang digunakan untuk aktivitas pendanaan tercatat meningkat 202% menjadi Rp973 miliar seiring dengan pembayaran hutang jangka panjang senilai Rp352 miliar atau meningkat 878% dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2006. Antam melakukan pembayaran dividen sebesar Rp621 miliar atau peningkatan sebesar 117% dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2006. Untuk informasi lebih lanjut, silakan menghubungi: Bimo Budi Satriyo, Sekretaris Perusahaan PT Aneka Tambang Tbk, Tel :(6221)780 5119, Fax :(6221)781 2822, Email :corsec@antam.com, Website :www.antam.com
Pewarta: PR Wire
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2007