Jakarta (ANTARA News) - Pengaruh harga minyak dunia terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia 2008 memperlihatkan setiap peningkatan harga minyak rata-rata 10 dolar Amerika Serikat (AS) per barel dalam setahun akan menurunkan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,3 persen. Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Miranda S Goeltom dalam acara diskusi meja bundar ke-5 PPSK di Jakarta, Rabu, mengungkapkan pendapat itu berdasarkan simulasi perhitungan yang telah dibuat Bank Indonesia. Dalam simulasi mengenai sensitifitas kenaikan harga minyak tahun 2008 tersebut dinyatakan, bila harga minyak naik 10 dolar AS per barel rata-rata dalam satu tahun mendorong kenaikan inflasi 0,2 persen dan penurunan pertumbuhan ekonomi 0,3 persen. Sementara itu kenaikan tersebut membuat konsumsi pemerintah meningkat 0,9 persen dan investasi pemerintah meningkat 1,9 persen. Sedangkan sektor swasta, konsumsi akan turun 0,9 persen dan investasi juga turun 0,14 persen. Untuk Eksport diperkirakan relatif stabil sedang impor akan turun 0,3 persen. Dalam simulasi tersebut diungkapkan bila harga minyak 60 dolar AS per barel maka pertumbuhan ekonomi 6,54 persen. Pertumbuhan tersebut turun menjadi 6,24 persen pada harga minyak 70 dolar per barel. Bila harga minyak rata-rata setahun 80 dolar AS per barel, pertumbuhan ekonomi turun menjadi 5,94 persen. Sedangkan bila harga 90 dolar AS per barel akan mendorong pertumbuhan ekonomi melambat menjadi 5,64 persen. Dalam simulasi tersebut juga terungkap bila harga pada 95 dolar AS per barel akan melambatkan pertumbuhan ekonomi menjadi 5,94 persen.BI juga membuat simulasi pengaruh harga minyak terhadap inflasi. Miranda menjelaskan dalam simulasi pengaruh minyak terhadap inflasi, jika rata-rata harga minyak 60 dolar per barel akan terjadi inflasi 6,1 persen, harga minyak 68 dolar AS per barel inflasi 6,26 persen, harga minyak 70 dolar AS inflasi 6,3 persen. Kemudian bila harga minyak 75 dolar AS per barel akan terjadi inflasi 6,4 persen, harga minyak 80 dolar AS per barel inflasi 6,5 persen, harga minyak 85 dolar inflasi 6,6 persen, harga minyak 90 dolar inflasi 6,7 persen dan harga minyak 95 dolar AS per barel inflasi 6,8 persen. Menurut dia, peningkatan harga minyak tersebut membuat resiko terjadinya penurunan konsumsi swasta sejalan dengan pengaruh penurunan daya beli akibat kenaikan inflasi dan dampak langsung kenaikan harga barang impor. Dengan demikian, lanjutnya, penurunan permintaan domestik yang cukup kuat akan mempengaruhi penurunan pertumbuhan ekonomi 2008 meski ekspor netto meningkat akibat pertumbuhan relatif stabil sedangkan impor menurun. Sementara itu, tekanan inflasi sendiri didorong oleh kenaikan harga minyak dunia bersama dengan kenaikan harga komoditas primer global. "Peningkatan resiko inflasi ini didorong `imported inflation` (kenaikan harga barang impor) terkait kenaikan harga minyak," katanya. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007