Jakarta (ANTARA News) - Anggota DPR dari Fraksi PKS Almuzamil Yusuf menilai Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan hukuman mati, khususnya untuk kasus Narkoba, tidak bertentangan dengan UUD 1945, juga menyelamatkan aparat penegak hukum dari dana Narkoba yang berputar hingga triliunan rupiah. "Itu keputusan berani dan sangat sejalan dengan semangat Kapolri dan BNN akhir-akhir ini dalam membongkar jaringan bandar narkotika, baik dalam skala nasional maupun internasional," kata Almuzamil. Menurut dia, kini masyarakat menunggu ketegasan Presiden menolak permohonan grasi dan Jaksa Agung sebagai pelaksana hukuman mati. "Mudah-mudahan Presiden Jaksa Agung tidak hanya pandai berwacana dan beretorika dengan jutaan nasib generasi muda Indonesia," katanya. Dia juga menilai bisnis Narkoba bukan hanya mengancam generasi muda tetapi juga berpotensi merusak mental aparat penegak hukum, karena bisnis ilegal itu memutar dana milyaran bahkan triliunan rupiah. "Yang rusak bukan hanya generasi muda tetapi oknum aparat penegak hukum, seperti polisi, jaksa, hakim dan para sipir di Lapas," katanya. Sebelumnya, MK memutuskan pidana mati yang diancamkan untuk kejahatan tertentu dalam UU No 22 Tahun 1997 tentang Narkotika tidak bertentangan dengan UUD 1945. Putusan itu diucapkan oleh majelis hakim konstitusi yang diketuai oleh Ketua MK, Jimly Asshiddiqie dalam sidang pembacaan putusan uji materiil UU Narkotika di Gedung MK, Jakarta, Selasa (30/10). Pidana mati, menurut MK, tidak bertentangan dengan hak untuk hidup yang dijamin oleh UUD 1945, karena konstitusi Indonesia tidak menganut azas kemutlakan hak asasi manusia. Hak azasi yang diberikan oleh konstitusi kepada warga negara mulai dari pasal 28A hingga 28I Bab XA UUD 1945, menurut MK, dibatasi oleh pasal selanjutnya yang merupakan pasal kunci yaitu pasal 28J, bahwa hak azasi seseorang digunakan dengan harus menghargai dan menghormati hak azasi orang lain demi berlangsungnya ketertiban umum dan keadilan sosial. Pandangan konstitusi itu, menurut MK, diteruskan dan ditegaskan juga oleh UU No 39 Tahun 1999 tentang HAM yang juga menyatakan pembatasan hak azasi seseorang dengan adanya hak orang lain demi ketertiban umum. Dengan menerapkan pidana mati untuk kejahatan serius seperti narkotika, MK berpendapat, Indonesia tidak melanggar perjanjian internasional apa pun, termasuk Konvensi Internasional Hak Sipil dan Politik (ICCPR) yang menganjurkan penghapusan hukuman mati.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007