Jakarta (ANTARA) - Masyarakat di berbagai daerah yang kekurangan layanan kesehatan dokter spesialis terancam tidak akan lagi mendapatkan akses kesehatan tersebut ke depannya karena tidak ada regulasi yang mengaturnya.

"Dengan hasil judicial review dicabutnya Perpres terkait Wajib Kerja Dokter Spesialis oleh MA, kita diberikan waktu sampai 90 hari yaitu 18 April 2019, 90 hari sejak kita terima putusan MA," kata Kepala Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan Kementeraian Kesehatan Usman Sumantri di Jakarta, Jumat, menanggapi putusan Mahkamah Agung terhadap program WKDS.

Kementerian Kesehatan sejak 2017 menjalankan program WKDS yang mewajibkan lulusan dokter spesialis untuk mengabdi selama satu hingga dua tahun dengan ditempatkan daerah-daerah yang kekurangan dokter spesialis.

Dokter spesialis yang dikirimkan ke berbagai daerah tersebut spesialis anak, spesialis penyakit dalam, spesialis kebidanan dan kandungan, spesialis bedah, dan spesialis anestesi.

Namun seorang dokter asal Aceh yang masih menjalani studi spesialis di Universitas Syah Kuala Aceh, Ganis Irawan, mendaftarkan permohonan uji materi terhadap Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2017 tentang Wajib Kerja Dokter Spesialis ke Mahkamah Agung pada 7 September 2018. MA pada 18 Desember 2018 mengabulkan permohonannya.

Ganis menilai program WKDS yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan dokter spesialis di daerah, khususnya daerah terpencil dan sangat kekurangan tenaga kesehatan, melanggar hak asasi manusia. Dia bahkan menyebutnya sebagai kerja paksa.

Hal tersebut dilakukan agar dirinya tidak perlu dikirim ke daerah apabila sudah lulus dari pendidikan dokter spesialis di Universitas Syah Kuala Aceh.

Mahkamah Agung memberikan waktu hingga 18 April 2019 agar Kementerian Kesehatan merevisi Perpres untuk bisa melanjutkan program pendistribusian dokter spesialis di seluruh Indonesia.

Kepala Pusat Perencanaan dan Pendayagunaan SDM Kesehatan PPSDMK Maxi Rein Rondonuwu menjelaskan saat ini Kementerian Kesehatan telah merevisi draft Perpres tersebut dengan mengakomodasi tuntutan yang diminta oleh Ganis dalam gugatannya.

Program WKDS akan diubah menjadi program Pendayagunaan Dokter Spesialis dengan menghilangkan kata-kata wajib seperti yang dipermasalahkan dalam gugatan. Selain itu dalam Perpres baru juga mengatur tentang pemberian Surat Tanda Registrasi (STR) dokter kepada peserta program, di mana sebelumnya STR tersebut ditahan oleh pemerintah selama masa program di daerah.

"Sekarang ini posisinya draft sudah final, sejak bulan Januari kita masukkan semua termasuk yang diprotes dan sekarang sudah di Setneg," kata Maxi.

Dia menjelaskan draft Perpres akan dibahas melalui rapat terbatas lebih dahulu sebelum ditandatangani oleh presiden. Namun apabila bidang hukum Kementerian Sekretariat Negara sudah menilai berkas tersebut sudah cukup baik, bisa langsung ditandatangani oleh presiden.

Saat ini sudah ada sejumlah dokter spesialis lulusan baru yang sudah siap diberangkatkan ke daerah yang membutuhkan. Namun dokter spesialis tersebut belum bisa diberangkatkan lantaran belum ada regulasi resmi yang mengatur selama Perpres Pendayagunaan Dokter Spesialis belum ditandatangani oleh presiden.

Baca juga: Pemerintah akan lanjutkan pengiriman dokter spesialis ke daerah
Baca juga: Putusan MA soal wajib kerja dokter spesialis dikhawatirkan ganggu penempatan dokter
Baca juga: Program dokter spesialis masuk desa digalakkan di Bangka Barat

Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2019