Jakarta (ANTARA News) - Kenaikan harga minyak dunia saat ini berpotensi menurunkan pertumbuhan ekonomi tahun 2008, sehingga targetnya bisa lebih rendah dari proyeksi semula 6,5 persen. Deputi Gubernur Senior BI, Miranda Goeltom, dalam diskusi meja bundar di BI Jakarta, Rabu, mengatakan dengan kenaikan harga minyak dunia akan mengakibatkan penurunan konsumsi swasta sejalan dengan pengaruh penurunan daya beli, akibat kenaikan inflasi dan dampak langsung kenaikan harga barang impor. Dengan demikian, lanjutnya, penurunan permintaan domestik yang cukup kuat akan mempengaruhi penurunan pertumbuhan ekonomi 2008, meski ekspor netto meningkat akibat pertumbuan relatif stabil, sedangkan impor menurun. Sementara itu, tekanan inflasi sendiri didorong oleh kenaikan harga minyak dunia bersama dengan kenaikan harga komoditas primer global. "Peningkatan risiko inflasi ini didorong "imported inflation" (kenaikan harga barang impor) terkait kenaikan harga minyak," katanya, dalam diskusi bertajuk "Pemberdayaan Sektor Riil untuk Mempercepat Pertumbuhan Ekonomi melalui Koordinasi Kebijakan Fiskal dan Moneter". Hasil kajian menunjukkan inflasi 2008 berpotensi di atas sasaran (lima plus minus satu) pada sekitar 6,4 persen jika harga minyak rata-rata 75 dolar AS per barel. "Kenaikan inflasi yang relatif tinggi tersebut masih dengan asumsi pemerintah tidak menaikkan harga minyak bersubsidi dalam negeri," katanya. Ia menjelaskan dalam simulasi pengaruh minyak terhadap inflasi, jika rata-rta harga minyak 60 dolar per barel akan terjadi inflasi 6,1 persen, harga minyak 68 dolar AS per barel inflasi 6,26 persen, harga minyak 70 dolar AS inflasi 6,3 persen. Kemudian bila harga minyak 75 dolar AS per barel akan terjadi inflasi 6,4 persen, harga minyak 80 dolar AS per barel inflasi 6,5 persen, harga minyak 85 dolar AS inflasi 6,6 persen harga minyak 6,6 persen harga minyak 6,7 persen dan harga minyak 95 dolar AS per barel inflasi 6,8 persen. NPI Positif Miranda mengemukakan meski kenaikan harga minyak berpotensi menurunkan pertumbuhan ekonomi 2008, bagi neraca perdagangan Indonesia (NPI) berpengaruh positif. Untuk setiap kenaikan 1 dolar AS per barel, pada triwulan IV 2007 akan meningkatkan surplus transaksi berjalan 23,3 juta dolar AS dan meningkatkan cadangan devisa 36,3 juta dolar AS setiap triwulannya. "Namun dampak positif tersebut tercapai jika permintaan konsumsi minyak domestik tidak meningkat, yang diasumsikan 396,2 juta barel pada tahun 2008," katanya. Di samping itu, volume perdagangan dunia tidak menurun, sehingga tidak mempengaruhi volume perdagangan ekspor non migas serta sentimen aliran modal masuk dalam kondisi positif. (*)
Pewarta:
Copyright © ANTARA 2007