Jakarta (ANTARA News) - Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa di DPR, Effendy Choirie, di Jakarta, Selasa, menegaskan kini saatnya Indonesia menunjukkan sikap tegasnya, dengan melakukan gugatan atas berbagai perilaku buruk Malaysia yang gemar mencaplok hak orang lain. "Tulis ini. Gak ada maaf bagi Malaysia yang terus berulah kurang etis," katanya kepada ANTARA, menanggapi informasi tentang diklaimnya lagi `Burung Kakatua` sebagai lagu rakyat warisan budaya Malaysia, menyusul hal sama berlaku untuk `Rasa Sayange`. Effendy Choirie yang sehari-harinya bertugas di Komisi I DPR, dengan lantang menambahkan Pemerintah RI harus jangan lagi berlama-lama bertindak. "Sudah jelas-jelas hak-hak milik rakyatnya di-`obok-obok` masih saja tak mau bergerak. Gugat mereka (Malaysia) secara terang-terangan dengan menggunakan jalur-jalur hukum internasional yang resmi," kata politisi yang akrab disapa dengan panggilan Gus Choi ini. Jika Indonesia masih saja tidak bereaksi keras, demikian Gus Choi, Malaysia akan lebih terdorong melakukan manipulasi atas berbagai kekayaan Nusantara. "Jangan biarkan mereka lebih berani menggerogoti kedaulatan NKRI. Dan pemerintah kita pun jangan cuma habis pada langkah protes, tetapi ada tindakan lebih dari itu. Apakah pemutusan hubungan diplomatik hingga langkah-langkah drastis lainnya. Malaysia memang perlu diberi pelajaran bertetangga yang baik," kata Gus Choi. Lagu 'Rasa Sayange' yang memicu "komflik" hak kepemilikan kedua bangsa itu merebak awal bulan Oktober lalu ketika Malaysia menggunakan lagu itu sebagai iklan pariwisata negara itu. Lagu ini, menurut kabar yang tersiar, telah diklaim sebagai lagu asli Malaysia, tetapi menjadi kontroversial ketika rakyat Indonesia mengaku bahwa lagu itu adalah lagu asal Maluku (Ambon) yang telah direkam dan dinyanyikan rakyat Indonesia jauh sebelum Malaysia menjadi negara berdaulat. Bukan lagu Ambon? Seorang penyanyi tenar asal Ambon, Andre Hehanusa, dalam sebuah acara NewsDotKom di layar Metro TV Minggu ketiga bulan Oktober lalu mengakui bahwa lagu itu "bukan lagu Ambon". Yang dimaksudkannya adalah melodi lagu itu memang dari Belanda, tetapi liriknya dinyanyikan dalam bahasa Indonesia dan digunakan untuk berbalas pantun. "Lagu itu bukan dari Ambon. Itu adalah lagu Belanda yang dinyanyikan hampir semua orang. Ingat, Malaysia menggunakan kata `sayang hey` dan bukan `sayange` seperti logat Ambon," kata Andre Hehanusa dalam acara yang disiarkan secara langsung itu. Kabar yang tersiar menyebutkan bahwa lagu itu adalah ciptaan kakek dari penyanyi Andre Hehanusa asal Ambon, yang mendorong Gubernur Maluku kini mencari bukti-bukti kepemilikan lagu itu. "Yang menjadi masalah di sini adalah Malaysia itu masih punya moral nggak?" kata Andre Hehanusa dalam acara itu. Menurut Andre Hehanusa, karena itu adalah lagu Belanda, maka tentu juga bukan lagu Malaysia, tetapi justru sudah dipatenkan menjadi milik negara jiran itu. (*)

Copyright © ANTARA 2007