Jakarta (ANTARA) - Bekas Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP) Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional Kemenpora Supriyono menyebut ada dana yang disalurkan dari Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) sebesar Rp6,3 miliar ke Kementerian Pemuda Olahraga.
"Dalam BAP (berita acara pemeriksaan) saksi nomor 19, saksi mengatakan 'Selain uang Rp1 miliar apakah pernah terima dana lain dari KONI'? Saudara jawab 'Dapat saya jelaskan saya terima Rp250 juta untuk membeli Fortuner dan Rp50 juta jelang Idul Fitri untuk THR saya, selain itu saya terima uang Rp6,3 miliar, digunakan untuk menutupi kegiatan olahraga tahun 2017', ini benar?" tanya jaksa penuntut umum (JPU) KPK Agus di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.
"Iya benar, jadi pada 2017 ada beberapa kegiatan setelah SEA Games belum terbayar, sudah diajukan untuk dibayar tapi tetap belum cair, akhirnya disepakati ada bantuan dari KONI untuk 'reimburse', KONI bayar tagihan dari kegiatan-tagihan yang dianggarkan," jawab Supriyono.
Supriyono adalah bekas Bendahara Pengeluaran Pembantu untuk satuan pelaksana Program Indonesia Emas dan Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional (P2ON) Kemenpora.
Ia bersaksi untuk terdakwa Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy yang didakwa menyuap Deputi IV bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora Mulyana dengan satu unit mobil Fortuner, uang Rp400 juta dan satu unit ponsel Samsung Galaxy Note 9 (sekira Rp900 juta) serta Asisten Olahraga Prestasi pada Deputi Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora Adhi Purnomo dan Staf Deputi IV Olahraga Prestasi Kemenpora Eko Triyanta senilai Rp215 juta.
"Kegiatan dilaksanakan induk cabang olahraga tapi Kemenpora yang membayar tagihannya. Kemenpora kesulitan mengajukan anggaran," ungkap Supriyono.
"Jadi Rp6,3 miliar itu bukan program kerjanya KONI?" tanya jaksa.
"Bukan, jadi harusnya dikembalikan ke KONI," jawab Supriyono.
"Sudah dikembalikan?" tanya jaksa.
"Belum dikembalikan, karena anggaran tidak bisa cair makanya pinjam ke KONI," jawab Supriyono.
"Saya ingin kejujuran saudara, jadi saudara total menerima Rp7,3 miliar dan Rp250 juta dan Rp50 juta? Lalu kenapa mengundurkan diri? Apa karena sudah terima uang?" tanya jaksa.
"Jadi waktu saya jadi BPP, tahun 2017 tagihan akomodasi atlet Rp200 miliar, anggaran Rp500 miliar, pulang SEA Games utang belum kebayar sama sekali. Semua hotel ancam mau somasi bagaimana cara untuk bisa bayar? Untuk proses pengajuan anggaran ke negara agak sulit harus melewati pokja sementara pokja karena tidak tahu proses pencarian hotel tidak berani tanda tangan. Jadi saya mau mundur karena tidak kuat cari uang, karena setiap ada yang minta bayar, perintah dari pimpinan 'tolong carikan usahakan'," jawab Supriyono yang mundur dari Kemenpora pada Maret 2018.
"Rp6,3 miliar diterima 'cash' atau transfer?" tanya jaksa.
"Cash langsung dimasukkan ke rekening Squash, induk cabang olahgraga saya dulu masih pegang cabang olahraga itu," jawab Supriyono.
"Lalu Rp50 juta untuk THR?" tanya jaksa.
"THR itu diperuntukkan untuk 34 orang, staf saya ada sekitar 30 orang," jawab Supriyono.
"Apa ada yang lain dapat THR?" tanya jaksa.
"Kalau saya dapat, yang lain-lain juga dapat," jawab Supriyono.
Belakangan Supriyono mengaku penggunaan dana Rp6,3 miliar itu memang sudah terendus penegak hukum.
"Ada panggilan dari Kejaksaan terkait 'reimburse' Rp6,3 miliar," ungkap Supriyono.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019