Jambi (ANTARA News) - Pengusaha nasional harus menguasai lebih 50 persen saham di bidang usaha telekomunikasi jika tidak mau sektor telekokomunikasi dalam negeri dikuasai pihak asing. Pimpinan rombongan Komisi I DPR RI, Slamet Efendy Yusuf mengatakan hal itu setelah komisi tersebut mengadakan pertemuan dengan jajaran Pos dan Telekomunikasi wilayah Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel) di Jambi, Selasa. "Jika pengusaha nasional menguasai saham telekomunikasi itu, pihak asing tidak akan mampu mengambil alihnya, sebab itu adalah bisnis yang saat ini harus bersaing kompetitif di tengah era pasar bebas," ujarnya. Terkait adanya kebijakan pemerintah dan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) untuk mengimplementasikan kode akses Sambungan Langsung Jarak Jauh (SLJJ) PT Telkom kepada pihak lain, menurut Slamet itu masih tarik menarik. PT Telkom tak perlu khawatir akan dikuasai pihak asing, terutama Singapura, sebab Telkom saat ini juga cukup kuat yang memegang saham hampir 59 persen di pasar modal. Masalah itu adalah persoalan regulator, dan sama sekali tidak ada kepentingan lain, apalagi sampai dikaitkan dengan kepentingan politik. Tetapi itu murni soal bisnis yang fair, ujar Slamet. Sementara itu, GM PT Telkom Divisi I Regional Sumatera yang berpusat di Medan, Sumatera Utara, Muhamad Awaludin mengatakan, masalah implementasi kode akses SLJJ sama sekali tidak ada kekhawatiran atau kegamangan Telkom akan diambil alih oleh asing. PT Telkom selama ini yang memberikan kontribusi untuk negara cukup besar akan amat tidak adil jika mengimplementasikan kode aksesnya (SLJJ) ke pihak lain. "Itu akan amat merugikan Telkom yang kini dengan basis sembilan juta pelanggan," ungkap Awaluddin. Hal yang sama juga diungkapkan Ketua Serikat Karyawan (Sekar) PT Telkom se-Sumatera, Firmansyah, kebijakan itu merupakan regulasi yang rapuh. Karenanya jangan dipaksakan implementasi kode akses SLJJ kepada Telkom. "Itu ibarat seseorang membangun warung lengkap dengan mejanya, lalu yang berjualan orang lain dengan menjual makanan harga murah. Hal seperti itu akan dialami PT Telkom yang selama ini membangun jaringan infrastruktur SLJJ dengan investasi triliunan dicantol pihak lain dengan menjual tarif telepon murah," ujarnya.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007