Rafah, Perbatasan Mesir-Palestina (ANTARA News) - Perjalanan panjang dan menyita energi yang dilalui tim aju awal kemanusiaan Indonesia akhirnya "terbayar" setelah pada Kamis (8/1) malam pukul 21.00 waktu setempat atau Jumat dini hari pukul 02.00 WIB tiba di Rafah, perbatasan Mesir-Palestina.Wartawan ANTARA Andi Jauhari melaporkan, bantuan itu disampaikan langsung hanya dua meter dari wilayah Rafah, Palestina, kepada warga Jalur Gaza, yang secara khusus baru tiba dari Gaza untuk menerima bantuan pemerintah dan rakyat Indonesia itu.Perwakilan warga Palestina di wilayah Rafah yang saat ini dikuasai Hamas dan masih terus digempur Israel itu adalah Faiz Hasunah (25), yang langsung terharu atas solidaritas pemerintah dan rakyat Indonesia itu.Keharuan sesaat terjadi ketika pemimpin tim kemanusiaan Indonesia, yakni Kepala Pusat Pengendalian Krisis Depkes dr Rustam S Pakaya, MPH berangkulan dengan Faiz Hasunah, disaksikan Wakil Dubes Indonesia untuk Mesir, Agil Salim Alatas dan Direktur Timteng Deplu, Aidil Chandra Salim dan anggota delegasi lainnya.Disaksikan aparat keamanan pintu perbatasan Mesir dan pada jarak dua meter dengan pagar barikade kawat berduri, tempat terlihat dua petugas keamanan Palestina, pekik takbir "Allahu Akbar" langsung bergema di area itu."Kami sangat berterima kasih atas bantuan pemerintah dan rakyat Indonesia ini. Mari kita berdoa kepada Allah SWT agar Israel hancur!." kata Faiz Hasunah.Sementara itu, Rustam S Pakaya menyatakan bahwa setelah melalui jalan panjang dan berliku, akhirnya amanah pemerintah dan rakyat Indonesia yakni bantuan kemanusiaan kepada bangsa dan rakyat Palestina telah diserahkan langsung kepada warga Gaza. meski hanya di perbatasan."Syukur Alhamdulillah, amanah bantuan kemanusiaan ini sudah kita sampaikan, dan hanya dua meter dari Palestina." katanya.Total bantuan yang diserahkan sebesar Rp2,1 miliar, yakni dari pemerintah Rp700 juta, MER-C Rp900 juta dan BSMI Rp500 juta, berupa obat-obatan dan ambulan.Tim aju kemanusiaan Indonesia yang sampai hingga perbatasan itu adalah Rustam S Pakaya, Aidil Chandra Salim, dr Lucky Tjahjono (PPK Depkes), dr Jose Rizal Jurnalis SpOT, dr Basuki Supartono dan dr Agus Kooshartoro dari Bulan Sabit Merah Indonesia (BSMI), M Mursalim (MER-C) dan dr Arif Rahman (Muhammadiyah).Belakangan juga bergabung tiga relawan MER-C lainnya yakni dr Sarbini, dr Indragiri dan Ir Faried Thalib.Selain itu juga ikut serta wartawan peliput yakni Sahlan Basir (TVRI), Ismail Fahmi (TV One), Firtra Ratori (TV One), Hanibal Widada Yudya Wijayanta (ANTV), Mahendro Wisnu Wardono (Metro TV) dan Nirzam Fahmi (Trans TV).Pesawat intai IsraelKondisi di perbatasan Rafah yang dipisahkan gerbang antara Mesir-Palestina. dan 8 Km ke arah kanan adalah perbatasan Jalur Gaza-Israel sendiri tetap mencekam.Saat tim kemanusiaan sedang memroses bantuan itu, sekurangnya terdengar tiga kali bunyi sirine, yang menurut pihak keamanan Mesir adalah tanda bahaya.Bunyi itu sebagai tanda peringatan kepada warga agar menjauh dari perbatasan karena pesawat intai Israil sedang melakukan penginderaan sebagai data awal untuk menyerang wilayah Palestina."Kalau dalam istilah medis seperti USG sebagai data untuk mengetahui lebih jelas posisi janin bayi, itulah analoginya dengan pesawat intai itu." kata dr Jose Rizal Jurnalis SpOT dari MER-C Indonesia yang sering berrtugas dalam misi kemanusiaan di berbagai negara yang dilanda konflik bersenjata itu.Akibat bunyi sirine itu, penjaga perbatasan Mesir segera mengingatkan tim kemanusiaan Indonesia menjauh dan keluar dari pintu gerbang tempat pengumpulan bantuan kemanusiaan."Kalau tiba di Rafah sore atau petang hari, dampak serangan Israel ke Gaza terdengar jelas di Rafah ini, bahkan kelihatan jelas asap bak cendawan raksasa akibat bom-bom yang dijatuhkan." kata dr Sarbini. relawan MER-C lainnya yang sudah berada di Rafah selama tiga hari.Pemeriksaan ketatSebelum sampai di Rafah, tim kemanusiaan harus melalui jalan berliku akibat pemeriksaan sangat ketat di belasan pos pemeriksaan oleh pihak berwenang Mesir.Meski sudah mengantongi surat izin dari Kementrian Luar Negeri dan "Amnu El Daulah" (State Security)" dan dilengkapi rekomendasi Bulan Sabit Merah Mesir, namun prosedur pemeriksaan tetap berlaku."Selain karena saat ini sedang ada konflik Palestina-Israel, di Mesir sendiri sejak tahun 1981 hingga kini masih ditetapkan dalam keadaan darurat militer," kata Aidil Chandra Salim.Karena itu, meski dirasakan berbelit-belit dan menghambat perjalanan, kata dia, semua prosedur itu harus dilalui siapapun juga, terlebih warga asing."Jadi, mau tak mau semua prosedurnya harus kita lalui," katanya. (*)
Pewarta:
Copyright © ANTARA 2009