Kalau ini (pengurusan e-KTP) bisa terlaksana tentunya jumlah DPT Desa Bangko akan bertambah dan partisipasi pemilih akan meningkat dibandingkan pemilu sebelumnya
Kendari (ANTARA) - Pesta demokrasi lima tahunan di Indonesia pada 17 April mendatang tidak hanya milik warga di daratan saja, tetapi penduduk di kepulauan yang kehidupan sehari-harinya lekat dengan laut juga memiliki hak dan kewajiban sama untuk menyukseskan Pemilu 2019.
Warga Desa Bangko Kecamatan Maginti Kabupaten Muna Barat merupakan salah satu desa di Provinsi Sulawesi Tenggara yang berada di atas laut. Mereka membangun rumah sekaligus beraktivitas di atas air, termasuk sekolah dari tingkat taman kanak-kanak (TK) hingga Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Sedangkan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi (SMA) mereka harus keluar dari lingkungan rumahnya di wilayah Muna Barat, termasuk sesekali mereka pergi ke daratan (Muna Barat) untuk membeli kebutuhan sehari-hari terutama bagi mereka yang di rumahnya berdagang.
Desa Bangko di Kabupaten Muna Barat ini harus ditempuh dari Kota Kendari, ibu kota Provinsi Sulawesi Tenggara dengan naik kapal feri milik Pelni sekitar lima hingga enam jam untuk sampai di Raha, Kabupaten Muna. Kemudian dilanjutkan dengan jalan darat sekitar 20 menit hingga 30 menit untuk sampai di ibu kota Kabupaten Muna Barat.
Perjalanan masih belum berakhir karena harus meneruskan melalui darat ke dermaga penyeberangan di Desa Barakkah Kecamatan Tiworo Selatan sekitar satu hingga dua jam lamanya.
Dari dermaga Desa Barakkah kembali harus menyeberang ke Desa Bangko dengan naik perahu kecil, lebih dikenal dengan perahu "ketinting" yang bisa memuat tiga sampai lima orang termasuk nahkodanya. Dengan perahu yang digerakkan dengan mesin, hanya sekitar 15 menit untuk sampai ke Desa Bangko, tentu saja tergantung kondisi ombak di lautan.
Meskipun berada di atas lautan, Desa Bangko memiliki struktur organisasi pemerintahan sama dengan desa-desa lainnya mulai dari kepala desa hingga perangkat di bawahnya. Aktivitas di desa yang dihuni sekitar 1.500 penduduk tersebut sama dengan warga daratan lainnya, hanya saja mata pencaharian penduduk di sini adalah nelayan khusus bagi kaum laki-laki sedangkan istri di rumah ada yang membuka warung kebutuhan sehari-hari.
Penduduk yang mendiami Desa Bangko ini tidak hanya dari Suku Bajoe tetapi sudah bercampur dengan warga pendatang dari daerah lain tetapi mereka tetap hidup berdampingan secara damai.
Mereka sudah membaur menjadi satu sebagai warga Desa Bangko. Dan yang paling menonjol dari kehidupan mereka adalah mereka saling kenal satu dengan lainnya mengingat hanya ada satu pintu dermaga untuk keluar dari desa tersebut.
"Kalau dulu memang yang tinggal di sini adalah Suku Bajoe tetapi sekarang ini sudah bercampur ada Bugis, Makassar, Muna, dan lain sebagainya. Mereka membaur menjadi satu dalam satu profesi yaitu nelayan," kata Kepala Desa Bangko, Hayal, yang ditemui di rumahnya.
Baca juga: Membelah laut demi mulusnya pesta demokrasi
Geliat Pemilu
Hiruk pikuk pemilu yang tinggal menghitung hari di Desa Bangko ini berbeda dengan daerah lain, nyaris tidak ada bendera atau lambang-lambang partai di kawasan desa tersebut, bahkan gambar caleg yang terpampang di dinding-dinding rumah juga tidak terlalu banyak dan bisa dihitung dengan jari tangan.
Kalaupun ada gambar caleg yang terpasang di dinding rumah warga adalah caleg dari desa setempat yang maju untuk pemilihan caleg DPRD Kabupaten Muna Barat.
Meskipun geliat pesta demokrasi lima tahun tidak begitu dirasakan oleh warga Desa Bangko bukan berarti mereka apatis terhadap pemilu. Mereka tahu dan mengerti kalau pada tanggal 17 April adalah hari pencoblosan Pemilu 2019 dan tetap akan dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk menyalurkan suaranya.
"Saya mengerti kalau tanggal 17 April mendatang adalah saatnya kita menyalurkan suaranya tetapi sampai kini saya belum tahu arahnya," kata Emba (50).
Apa yang dirasakan Emba sama dengan yang dirasakan Ny Nadira (20) warga Desa Bangko yang sehari-harinya berjualan barang kebutuhan sehari-hari untuk membantu suaminya yang berprofesi sebagai nelayan.
"Saya ndak ngerti....saya ndak ngerti pada pencoblosan nanti memilih siapa. Di desa ini ada tetangga yang mencalonkan diri sebagai caleg tetapi di luar sana ada juga saudaranya yang maju sebagai caleg," kata ibu satu putra berumur empat tahun itu.
Ny Nadira dan warga yang lainnya tentu berharap ada sosialisasi lagi dari KPU Muna Barat. "Bagaimana kita bisa mencoblos kalau tidak diketahui nama calon," katanya.
Tentunya ini menjadi tantangan tersendiri bagi KPU setempat dan aparat terkait untuk lebih mensosialisasikan soal pemilu kepada masyarakat Desa Bangko karena pada Pemilu 2019 ini dilakukan serentak yaitu memilih Presiden-Wakil Presiden, memilih anggota DPR RI, memilih anggota DPRD Provinsi, memilih DPRD Kabupaten/Kota, dan memilih Dewan Pimpinan Daerah (DPD) RI.
Sosialisasi ini sangat diperlukan masyarakat Desa Bangko supaya mereka bisa menyalurkan hak pilihnya sesuai dengan hati nuraninya. "Sosialisasi yang dilakukan KPU Muna Barat memang sudah dilakukan sekali kepada masyarakat Desa Bangko," kata Kepala Desa Hayal.
Memang sosialisasi yang dilakukan KPU baru sekali, tetapi aparat desa secara terus menerus melakukan sosialisasi kepada warganya baik dalam pertemuan formal maupun nonformal dengan melakukan door to door. "Kami masih butuh sosialisasi lagi dari KPU, tetapi kami juga melakukan sosialisasi kepada warga baik saat pertemuan warga atau melalui informal," kata Hayal.
Melalui sosialisasi ini, Kepala Desa Bangko Hayal merasa optimistis bahwa partisipasi pemilih pada pemilu mendatang tetap terjaga. Pada pemilu sebelumnya, partisipasi pemilih di Desa Bangko mencapai 80 persen dan untuk Pemilu 2019 ini diharapkan bisa lebih.
Berdasarkan data di kantor Kepala Desa Bangko disebutkan bahwa penduduk desa ini mencapai 1.500 orang dan yang masuk dalam daftar pemilih tetap (DPT) sebanyak 845 orang. "Sebenarnya jumlah DPT ini bisa bertambah karena warga yang usianya di atas 17 tahun masih cukup banyak tetapi mereka belum memiliki E-KTP," kata Hayal.
Hayal tak henti-hentinya mendorong warga yang berusia 17 tahun ke atas untuk segera melakukan perekaman e-KTP. "Saya terus mendorong warga di sini yang usianya di atas 17 tahun dan belum ber-e-KTP untuk segera mengurusnya. Kalau ini (pengurusan e-KTP) bisa terlaksana tentunya jumlah DPT Desa Bangko akan bertambah dan partisipasi pemilih akan meningkat dibandingkan pemilu sebelumnya," katanya.
Bukan perkara mudah untuk meningkatkan partisipasi pemilih di desa yang penduduknya berprofesi sebagai nelayan karena mereka disibukkan dengan mencari ikan di laut. "Saya kira sebenarnya tidak ada persoalan karena saat pencoblosan kan ada waktunya, misalnya jam sekian sampai sekian, jadi tidak saat tertentu mereka bersamaan datang ke TPS," kata Hayal.
Pengalaman pada pemilu atau pilkada sebelumnya, penduduk silih berganti mendatangi TPS untuk menyalurkan hak pilihnya. Petugas TPS juga siap untuk mendatangi warga jika ada yang belum menggunakan hak pilihnya. "Petugas akan mendatangi warga dan mengingatkan untuk segera datang ke TPS," katanya.
Baca juga: Merayakan demokrasi di tanah gusuran
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019