Medan (ANTARA) - Mejuah-juah. Bahasa daerah suku Karo di Kabupaten Karo, Sumatera Utara, itu bermakna sehat sejahtera lahir batin, aman, damai, bersemangat, serta keseimbangan dan keselarasan.

Keseimbangan dan keselarasan antara manusia dan manusia, antara manusia dan lingkungan, dan antara manusia dengan Tuhan, menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain.

Mejuah-juah juga menjadi semboyan penyemangat masyarakat Karo.

Begitu juga dengana pijer podi, bahasa Karo, bermakna gotong royong, yang menjadi semboyan Pemerintah Kabupaten Karo dan merupakan lambang persatuan dan kesatuan masyarakat Karo.

Dalam lambang pemerintah daerah setempat, terdapat beberapa simbol, uis beka buluh yang melambangkan kepemimpinan, bintang lima melambangkan suku Karo terdiri atas merga silima atau lima marga (Karo-karo, Tarigan, Ginting, Sembiring, dan Perangin-angin).

Kemudian lambang padi menggambarkan kemakmuran, bungka kapas melambangkan keadilan sosial dan cukup sandang pangan; kepala kerbau melambangkan semangat kerja dan keberanian, tugu bambu runcing melambangkan patriotisme; markisa, kol, dan jeruk menunjukkan hasil pertanian spesifik Karo; jambur sapo page melukiskan sifat masyarakay yang suka menabung; uis arinteneng melambangkan kesentosaan; dan rumah adat Karo menggambarkan ketegaran adat budaya setempat.

Nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat dan kekerabatan di Karo itu pernah mendapat cobaan dengan meletusnya Gunung Sinabung pada Senin 19 Februari 2018 pukul 08.53 WIB.

Letusan dahsyat sekitar 10 menit dan setinggi lima kilometer membuat Kabupaten Karo gelap gulita karena asap debu letusan menutupi seluruh daerah.

Luncuran awan panas pun menyebar hingga sekitar tiga sampai empat kilometer dari gunung setinggi 2.451 meter itu.

Lima kecamatan, Kecamatan Simpang Empat, Naman Teran, Payung, Tiga Nderket, dan Munthe, terdampak letusan gunung.

Penduduk yang masuk zona merah, seperti di Desa Kutagugung, Kecamatan Naman Teran, masih dilarang kembali ke rumahnya.

Mereka direlokasi ke pemukiman di Siosar atau dikenal sebagai negeri di atas awan.

Pemerintah setempat pun setiap hari masih menginformasikan perkembangan status Gunung Sinabung melalui berbagai saluran informasi, termasuk portal Kabupaten Karo.

Peristiwa tersebut tentu saja berdampak bagi masyarakat Karo.

Nah, dalam Merayakan Demokrasi Indonesia, bagaimana kondisi di sana dalam menyambut Pemilu 2019.

Bagi masyarakat Kabupaten Karo, Pemilu 2019 akan memilih pasangan calon presiden/wapres, anggota DPR RI, anggota DPD RI, anggota DPRD Sumatera Utara, dan anggota DPRD Kabupaten Karo.

Data dari KPU Kabupaten Karo menunjukkan bahwa jumlah masyarakat yang terdaftar sebagai pemilih Pemilu 2019 sebanyak 284.312 orang, terdiri atas laki -laki sebanyak 137.719 orang dan perempuan sebanyak 146.543 orang.

Angka itu berdasarkan hasil rapat pleno terbuka penetapan rekapitulasi daftar pemilih tetap hasil perbaikan tahap kedua (DPTHP-2) Kabupaten Karo pada tanggal 17 Februari 2019.

Mereka tersebar di 269 desa/kelurahan dalam 17 kecamatan di Kabupaten Karo. Mereka akan memberikan suara di 1.139 tempat pemungutan suara (TPS).

Pemerintah dan penyelenggara pemilu setempat berusaha meningkatkan partisipasi masyarakat dalam memberikan hak suaranya.

Target partisipasi yang dipatok pun sejalan dengan target dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI yakni sebesar 77,5 persen dari seluruh pemilih.

Melihat kekerabatan yang tinggi di masyarakat Karo, KPU dan Pemerintah Kabupaten Karo meyakini tingkat partisipasi masyarakat di daerah itu pada Pemilu 2019 bisa memenuhi target itu dan lebih baik dibandingkan Pemilu 2014.

Petani kentang di Karo bekerja di kebun mereka dengan latar belakang Gunung Sinabung. (Irsan Mulyadi)

Tingkat partisipasi masyarakat setempat dalam Pemilu 2014 mencapai 71,33 persen (199.203 orang dari jumlah daftar pemilih tetap sebanyak 279.346 orang) sedangkan dalam Pemilu Presiden 2014 sebesar 60,67 persen (169.968 orang dari jumlah daftar oemilih 280.140 orang).

Ketua KPU Kabupaten Karo Gemar Tarigan optimistis terjadi peningkatan partisipasi pemilih di Karo pada Pemilu 2019.

Sementara itu, Bupati Karo Terkelin Brahmana menyebutkan keyakinan partisipasi lebih tinggi itu karena pada tahun ini pemilu presiden dan pemilu anggota legislatif dilakukan serentak.

Selain itu, banyak kerabat atau keluarga dari masyarakat pemilih yang menjadi calon anggota legislatif.

"Pasti ada saudara atau kerabat yang menjadi calon anggota legislatif sehingga harus dipilih. Itu yang membuat partisipasi pemilih di Karo pada Pemilu 2019 akan naik," ujar Bupati Karo Terkelin Brahmana.

Sejumlah warga yang dijumpai di permukiman relokasi pengungsian korban erupsi Gunung Sinabung mengakui hal sama.

"Iya, memang, ada saudara yang mau dipilih," ujar Fatma, warga Desa Bekerah.

Hak pilih yang meningkat itu didorong oleh tingkat pendidikan masyarakat yang makin tinggi, informasi yang banyak dan cepat pada era digital serta adanya hikmah dari musibah erupsi Gunung Sinabung.

Musibah erupsi Gunung Sinabung yang berlangsung terus menerus sejak 2010 memang membuat masyarakat merasa memerlukan kehadiran pemerintah.

"Oleh karena itu, saya yakin, partisipasi pemilih di Karo pada Pemilu 2019 di angka 70-an persen, bahkan diharapkan bisa 80 persen," kata Bupati.

Salah satu pemilih pemula di Siosar, Novia Yolanda bre Sitepu, misalnya mengatakan, mulai kembali hidup normalnya warga pascamusibah erupsi Sinabung karena penanganan pemerintah, membuat dirinya merasakan betapa pentingnya arti pemerintah.

Ditemui di kedai kopi, Mejuah Juah Coffee Shop, tempatnya bekerja sebagai barista, Yolanda bertutur bahwa musibah erupsi Sinabung semakin menyadarkan dirinya akan pentingnya pemerintah di tengah masyarakat.

Novia Yolanda bre Sitepu, generasi muda yang membuka kedai kopi di Siosar, Karo, Sumatera Utara. (Irsan Mulyadi)

"Bencana erupsi Sinabung yang sempat hampir memusnahkan harapan hidup ternyata membuat warga merasakan kehadiran pemerintah," katanya.

Dengan menggunakan hak pilih, dia berharap Indonesia, khususnya Sumatera Utara dan Kabupaten Karo, bisa lebih maju.

Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2019