Jakarta (ANTARA News) - Mantan Ketua Umum PB HMI Hasanuddin, di Jakarta, Selasa, menyatakan aliran baru keagamaan sebagaimana akhir-akhir ini menghebohkan Indonesia harus dilihat sebagai bentuk frustrasi sosial.
"Karena itu, jawabannya bukan dengan larang-melarang, hukum-menghukum. Yang harus dilakukan adalah sejahterakan mereka, supaya bisa mengatasi depresi yang dihadapi," kata Hasanuddin yang sedang menyelesaikan program studi ilmu politik di Pasca Sarjana Universitas Indonesia (UI) ini.
Upaya menyejahterakan, katanya, merupakan langkah paling tepat, bukan melakukan tekanan dengan akibat semakin terkoyak-koyaknya rakyat yang lagi depresi dan frustrasi.
"Jika upaya menyejahterakan itu dikedepankan, saya yakin akan ada dampak positif langsung, di mana makin banyak rakyat yang tidak ikut-ikutan terpengaruh pada aliran yang memang terkesan sesat itu," kata Hasanuddin.
Ia mengatakan itu menanggapi kesimpulan pihak Kejaksaan Tinggi Jakarta yang melarang `Al Qiyadah Al Islamiyah` karena dianggap menyimpang dari ajaran Islam sesungguhnya.
Terhadap proses penanganan, baik oleh departemen terkait atau pihak kepolisian dan kejaksaan, Hasanuddin menilai terkesan berlangsung sporadis serta sedikit ada kegamangan.
"Kegamangan pemerintah dalam mengelola aliran-aliran keagamaan di Indonesia ini adalah konsekuensi dari belum adanya kejujuran dan keadilan pemerintah sejak era Orde Baru hingga hari ini dalam melaksanakan amanah Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen," katanya.
Penyelesaian secara sporadis, menurut Hasanuddin, hanya akan menimbulkan bermunculannya kasus demi kasus.
"Padahal, seperti saya katakan tadi, aliran-aliran seperti ini sesungguhnya adalah dampak ikutan dari masalah kemiskinan yang tak pernah serius diatasi," ujar Hasanuddin. (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007