Wakil Ketua Lemasko Georgorius Okoare di Timika, Selasa, mengatakan masih banyak warganya terutama yang bermukim di kampung-kampung pesisir belum mengetahui tata cara pemilu kali ini, apalagi surat suara yang harus dicoblos lebih banyak (lima surat suara).
"Sampai sekarang masyarakat banyak yang belum tahu. Pemilu kali ini kan ada banyak surat suara yang harus dicoblos mulai dari surat suara Pilpres, DPR RI, DPD, DPRD Provinsi Papua dan DPRD Kabupaten Mimika. Orang tidak tahu membedakan itu. Kami minta KPU dan Bawaslu Mimika harus turun ke bawah supaya masyarakat nantinya tidak bingung," kata Gery, sapaan akrabnya.
Gery menegaskan warga Kamoro pasti ikut menggunakan hak pilih pada Pemilu Serentak 17 April 2019 ini.
"Dari dulu kami orang Kamoro tidak pernah buat macam-macam dengan pemerintah. Semua program pemerintah kami dukung, apalagi pemilu," katanya.
Direktur CV Putra Otomona itu mengingatkan para pengusaha penjual minuman keras beralkohol di Timika agar tidak lagi memperdagangkan minuman memabukan itu menjelang perhelatan pesta demokrasi, apalagi dalam waktu dekat umat Kristiani di wilayah itu akan memasuki perayaan Pekan Suci (hari raya Kamis Putih sampai Minggu Paskah).
Gery bahkan mengancam akan menurunkan massa untuk menutup toko-toko yang masih menjual minuman keras beralkohol.
"Wajar kami memperingati mereka karena ini musim pemilu dan menjelang Paskah. Jangan ciptakan suasana keruh sehingga membuat pemilu di Timika kacau. Ingat, pemilu itu agenda negara, apalagi waktunya hampir bersamaan dengan perayaan Paskah. Kalau masih ada toko-toko miras yang buka, nanti kami yang akan tutup," ujarnya.
Gery mengharapkan pemilu tahun ini di Mimika berlangsung damai, demokratis, jujur dan adil.
Meskipun jumlah caleg yang berkompetisi untuk memperebutkan 35 kursi DPRD Mimika sangat banyak yaitu 457 orang caleg tersebar pada enam daerah pemilihan (dapil), namun Gery mengingatkan mereka untuk berkompetisi secara sehat.
"Jangan sampai caleg yang banyak-banyak itu nanti menimbulkan masalah atau membuat kekacauan di Timika. Saya tidak mau daerah saya menjadi ajang konflik karena kepentingan merebut kursi DPRD Mimika," katanya.
Sebanyak sembilan orang warga suku Kamoro juga maju sebagai caleg DPRD Mimika maupun DPRD Provinsi Papua.
Kekhawatiran serupa disampaikan tokoh masyarakat Mimika, Athanasius Allo Rafra.
Mantan Penjabat Bupati Mappi dan Mimika itu menilai kompetisi menjadi anggota DPR/DPRD sekarang ini ibarat pembukaan lowongan kerja, dimana semua orang mendaftar menjadi caleg melalui parpol peserta pemilu tanpa mengenal masyarakat serta kebutuhan apa yang paling dirasakan oleh masyarakat.
"Saya heran, sekarang ini ada orang yang baru datang belum satu tahun di Timika tapi sudah maju caleg. Apakah segampang itu pola rekrutmen kader di partai politik? Padahal untuk bisa menjadi caleg, yang bersangkutan harus kenal masyarakat dengan segala macam persoalan yang terjadi di lingkungan masyarakat sehingga saat duduk di lembaga DPR/DPRD mereka bisa memperjuangkan aspirasi rakyat itu," kata mantan Ketua Komisi A DPRD Mimika itu.
Dengan banyaknya caleg yang maju bertarung memperebutkan kursi DPRD Mimika, Allo Rafra tidak memungkiri akan adanya praktik jual beli suara dan beragam kecurangan lainnya.
"Mobilisasi massa, serangan fajar, politik uang dan lain-lain potensial terjadi. Caleg harus siap mental menghadapi risiko yang bakal terjadi, kalau tidak siap mental bisa masuk rumah sakit jiwa," katanya.
Praktik kecurangan yang terjadi setiap kali penyelenggaraan pemilu di Mimika seperti mobilisasi massa dan politik uang juga diungkap sejumlah tokoh masyarakat saat berlangsung tatap muka antara jajaran Forkopimda Mimika dengan para tokoh masyarakat dari berbagai suku dan paguyuban di Timika, Selasa, bertempat di Hotel Cenderawasih 66 Timika.
Ketua Bawaslu Mimika Yonas Yanampa menegaskan jajarannya siap memproses semua laporan pelanggaran Pemilu, termasuk jika terjadi praktik mobilisasi massa, politik uang dan lainnya yang mencederai pesta demokrasi 2019.
Pewarta: Evarianus Supar
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019