Kalau menurut saya tidak menganjurkan adanya retaliasi. Karena secara teori tidak akan pernah ada pemenang dari perang dagang

Jakarta (ANTARA) - Pengamat Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Imaduddin Abdullah menganjurkan agar pemerintah Indonesia tidak melakukan pembalasan atau retaliasi terhadap Uni Eropa (UE) berkaitan dengan diskriminasi sawit.

"Kalau menurut saya tidak menganjurkan adanya retaliasi. Karena secara teori tidak akan pernah ada pemenang dari perang dagang," ujar Imaduddin saat dihubungi Antara di Jakarta, Selasa.

Menurut dia, misalnya katakanlah Indonesia melakukan retaliasi terhadap produk yang masuk ke dalam negeri yang digunakan untuk proses produksi industri.
Karena ada retaliasi otomatis yang mengalami dampak negatifnya adalah konsumen domestik indonesia.

"Jadi menurut saya okelah kalau retaliasi hanya sebatas gertakan, tapi kalau sampai dilanjutkan menurut saya yang terjadi adalah rugi itu ditanggung kedua negara," kata Imaduddin.

Dia menjelaskan bahwa perang dagang yang terjadi antara China dan Amerika Serikat, di mana kedua negara saling melakukan retaliasi produk yang dilarang masuk. Pada akhirnya Amerika dan China sama-sama menelan kerugian akibat adanya retaliasi tersebut.

"Ini menurut saya sebetulnya tidak perlu sampai retaliasi ke sana. Kalau cuma sebatas gertakan bolehlah, tapi kalau sampai retaliasi dilakukan menurut saya tidak usah. Lebih baik lewat jalur formal yakni WTO dan kita buktikan bahwa sawit itu tidak menyumbang indirect land use change (ILUC) dan emisi karbon," kata pengamat INDEF tersebut.

Komisi Eropa telah memutuskan bahwa budidaya kelapa sawit mengakibatkan deforestasi berlebihan dan penggunaannya dalam bahan bakar transportasi harus dihapuskan.

Komisi tersebut juga telah mengeluarkan Delegated Regulation Supplementing Directive 2018/2001 of the EU Renewable Energy Directive II. Secara garis besar rancangan itu akan mengisolasi dan mengecualikan minyak kelapa sawit dari sektor biofuel Uni Eropa sehingga dapat menguntungkan produk minyak nabati lainnya.

Hal itu berpotensi memberikan dampak negatif bagi kepentingan produsen minyak kelapa sawit utama seperti Indonesia dan Malaysia.

Langkah UE ini kemudian mendapatkan tanggapan keras dari pemerintah Indonesia, salah satunya dari Wakil Presiden Jusuf Kalla yang mengancam balasan atau retaliasi kepada Uni Eropa jika kawasan itu memboikot produk kelapa sawit Indonesia.

Pewarta: Aji Cakti
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2019