Brisbane (ANTARA News) - Ketua Ranting Perhimpunan Pelajar Indonesia di Australia (PPIA) di Universitas Victoria, Andi Syafrani, dirampok dan dipukuli dua pemuda dan seorang pemudi Australia kulit putih di halaman parkir Stasiun Kereta Footscray, Senin dinihari. Para perampok merampas mobil, telepon genggam dan uang 100 dolar Australia milik mahasiswa semester tiga program magister komparatif hukum bisnis di Universitas Victoria, Melbourne, itu. "Kasus ini murni kriminal," katanya kepada ANTARA yang menghubunginya dari Brisbane, Senin. Andi mengatakan, perampokan dengan kekerasan yang terjadi di Footscray, daerah yang dikenal sebagai "Bronx" (daerah rawan kejahatan)-nya Melbourne karena menjadi tempat transaksi narkoba itu terjadi sekitar pukul 01.00 dini hari saat dirinya hendak masuk ke mobilnya yang diparkir di halaman stasiun sepulang dari bekerja. "Saya kebetulan dalam dua minggu terakhir ini diminta untuk bekerja pada `shift` malam karena menggantikan teman saya yang lagi ujian. Jam kerjanya dari pukul 15.00 hingga 23.30 atau 24.00 . Karena tidak ada lagi kereta, saya naik taksi ke Stasiun Footscray sekitar pukul 00.30 Senin dinihari," katanya. Setibanya di halaman parkir mobil stasiun itu, dua orang pemuda dan seorang pemudi Australia kulit putih bersama dua anjing mereka sudah menunggu dirinya. "Pas (ketika) turun dari taksi dan mau `nyamperin` (bergegas ke) mobil saya, mereka berteriak-teriak memanggil saya seraya memaksa meminta uang 100 dolar. `A hundred bucks`," kata mereka memaksa. "Lantas saya berucap `I don`t have...` sambil masuk ke mobil. Namun mereka mengejar. Dan tibat-tiba di cewek bule itu langsung duduk di depan setir sambil meminta kunci mobil". Andi mengatakan, ia tetap mempertahankan kunci mobil itu namun situasi berubah menegang. Mereka menarik kunci mobil dan mulai memukul dirinya. "Pada mulanya saya mencoba tidak mau melawan sambil mempertahankan kunci mobil. Tapi akhirnya saya memutuskan untuk melawan mereka bertiga. Kami bergulat. Dan saya mempertahankan diri habis-habisan. Satu dari dua orang pemuda itu melarikan diri karena ketakutan." Namun mereka kemudian melarikan mobil setelah berhasil merampas kunci mobil, telepon selular dan uang 100 dolar. "Saya hanya berhasil menarik dompet saya dari tangan perampok itu. Suasananya sepi dan tidak ada saksi mata pada saat kejadian itu," katanya. Dengan muka yang lembam dan darah yang mengucur, ia berjalan keluar halaman parkir untuk mencari pertolongan. "Kebetulan tidak jauh dari situ, ada pangkalan taksi. Saya meminta tolong salah seorang supir taksi untuk menghubungi polisi," katanya. Mobil polisi tiba di tempat kejadian 15 menit setelah ditelepon. Pada awalnya polisi mengira bahwa yang mengalami perampokan mobil adalah supir taksi namun setelah dijelaskan petugas itu baru mengerti bahwa dirinya yang mengalami kasus perampokan itu, katanya. "Polisi kemudian langsung menanyakan nama dan kartu identitas saya, mengambi foto dan mengecek tempat kejadian perkara. Setelah itu mengantar saya ke Rumah Sakit Western Hospital Footscray. Baju dan celana saya kotor dengan noda-noda darah," katanya. Andi mengatakan, ia masih merasakan nyeri di bagian matanya kendati pihak dokter rumah sakit itu telah mengecek kondisi matanya. "Baru pada hari Selasa (30/10), saya akan operasi mata di Rumah Sakit Sunshines Melbourne," katanya. Kejadian yang menimpa dirinya itu dianggap Andi sebagai "murni kasus kriminal" yang sekaligus membuktikan bahwa di negara maju seperti Australia sekali pun kejahatan tetap mengintai orang-orang asing seperti dirinya. Namun, kasus yang menimpa dirinya itu bukanlah kejadian buruk pertama yang dialami mahasiswa Indonesia di Australia, katanya. Berdasarkan informasi yang diterimanya, seorang mahasiswi Indonesia yang baru tiba untuk kuliah di Universitas Monash bahkan pernah dipukuli seorang pemuda Australia yang mengusirnya agar pulang ke Indonesia. Di kota Sydney, beberapa kasus kejahatan lain pun pernah dialami warga Indonesia, katanya. Dalam beberapa kasus yang menimpa warga Indonesia, termasuk mahasiswa, itu, kejadian buruk tersebut terjadi bukan karena mereka orang Indonesia tapi cenderung karena sentimen rasis anti Asia, katanya. "Mungkin kompetisi pasar tenaga kerja menjadi isu serius. Ada kecemburuan warga lokal kepada para migran," kata Andi. Sementara itu, Konsul Jenderal RI di Melbourne, Budiarman Bahar, yang dihubungi secara terpisah membenarkan kejadian buruk yang menimpa mahasiswa Indonesia di Universitas Victoria itu. Namun, kasus perampokan yang menimpa Andi Syafrani yang juga pengurus pusat PPIA itu bukanlah sebuah kecenderungan bagi komunitas mahasiswa dan warga Indonesia di Melbourne, katanya. "Perampokan ini kasuistis saja. Ya hanya `bad luck` (nasib buruk) saja. Tapi, saya mengimbau para mahasiswa dan warga Indonesia yang pulang malam agar berhati-hati dan menghindari daerah-daerah rawan kejahatan," katanya. "Sebaiknya, mereka sebisanya tidak pulang jauh-jauh malam. Dan kalaupun harus pulang malam, sebaiknya mencari teman pulang," kata Budiarman Bahar. Di seluruh Australia, Atase Pendidikan dan Kebudayaan RI di KBRI Canberra mencatat jumlah mahasiswa Indonesia mencapai 16.800 orang. Mereka menuntut ilmu di berbagai universitas di kota-kota penting Australia, seperti Sydney, Melbourne, Brisbane, Canberra, Perth, Adelaide, dan Darwin.(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007