“Angka itu dihitung dari 1.021.496 balita di tahun 2019,” kata Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes DKI Jakarta, dr Dwi Oktavia di Jakarta, Selasa.
Pneumonia merupakan infeksi paru-paru yang disebabkan bakteri, jamur dan virus. Penyakit tersebut mengakibatkan sesak hingga dapat membunuh balita.
Dwi merinci penyebarannya di wilayah Jakarta Pusat 2.908 kasus, Jakarta Utara 7.687 kasus, Jakarta Barat 10.978 kasus, Jakarta Selatan 9.170 kasus, Jakarta Timur 12.457 kasus dan Kepulauan Seribu 109 kasus.
Dwi menjelaskan sepanjang tahun 2018 jumlah balita penderita penyakit pneumonia diperkirakan 44.285 kasus. Sedangkan jumlah kasus ditemukan dan ditangani sebanyak 42.305 atau 95.53 persen dari jumlah penderita.
Dwi menyatakan salah satu upaya mencegah peningkatan penyakit tersebut, yakni dengan pencegahan primer. Pencegahan dilakukan dengan pemberian imunisasi dasar lengkap untuk balita.
“Salah satu penyebab utama, yakni penyakit campak. Campak yang berat dapat menimbulkan penyakit pneumonia,” kata Dwi.
Kemudian, pencegahan lanjutan dengan program manajemen terpadu balita sakit (MTBS). Program itu mendeteksi anak-anak yang sakit secepat mungkin.
Mereka yang datang di sarana kesehatan karena sakit seperti batuk, flu dan deman dilakukan rangkaian pemeriksaan. “Itu salah satu cara deteksi dini pneumonia. Diagnosis cepat akan menghasilkan penanganan cepat,” kata Dwi.
Dwi berharap para ibu untuk rutin membawa balitanya ke Posyandu setiap bulan. Selain itu, jika Balita mengalami gejala sakit untuk segera membawa ke pelayanan kesehatan terdekat.
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sawah Besar, Jakarta Pusat, mencatat sebanyak 16 kasus penyakit pneumonia pada balita pada Februari 2019.
“Pneumonia berada di empat besar untuk temuan penyakit di rumah sakit,” kata Direktur RSUD Sawah Besar, dr Budi Wibowo.
Budi Wibowo mengatakan balita yang rentan terserang penyakit pneumonia berada di rentang umur 0 bulan sampai 3 tahun.
“Penderita sebagian dirawat di rumah sakit dan ada pula dirujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih tinggi,” ujarnya.
Kata Budi, penyakit pneumonia disebabkan beberapa faktor di antaranya kurangnya kekebalan tubuh (imunitas), lingkungan kurang bersih, terpapar asap rokok, anak dengan kondisi khusus serta infeksi virus, bakteri dan jamur.
Data riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2018 mencatat prevalensi diagnosis tenaga kesehatan untuk DKI Jakarta bagi penyakit itu sebesar 2 persen atau naik dari Riskesdas tahun 2013 sebesar 1,6 persen.
Baca juga: Gejala khas pneumonia, batuk disertai sesak napas
Baca juga: Berada di ruangan ber-AC bisa kena pneumonia?
Pewarta: Sri Muryono dan Fauzi Lamboka
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2019