Palu (ANTARA) - Persitiwa gempa, tsunami dan likuefaksi pada tanggal 28 September 2018 silam,yang menghilangkan ribuan nyawa kini telah lima bulan berlalu.

Penantian panjang masyarakat korban bencana itu atas janji pemerintah terkait dana stimulan, dana santunan duka, relokasi dan pembangunan hunian tetap masih belum jelas bagi korban.

Mereka menanti kepastian pencairan dana stimulan, dana santunan duka yang dijanjikan oleh pemerintah pusat. Dana itu penting dan sangat dibutuhkan oleh korban, untuk bangkit pascabencana.

Wakil Presiden Jusuf Kalla menginstruksikan agar dana santunan terhadap ahli waris korban bencana di Sulawesi Tengah harus dibayarkan secara bertahap.

"Perintah Pak Wapres, paling lama Jumat tanggal 22 Maret 2019 pekan ini harus segera dibayarkan uang santunan duka, sampai saat ini yang sudah terverifikasi 1.906 dari 4.000-an ahli waris, itu nanti (penyalurannya) melalui Kementerian Sosial," kata Gubernur Sulteng Longki Djanggola usai rapat di Kantor Wapres di Jakarta, Senin 18 Maret 2019.

Sebelumnya dalam peninjauan ke Sulteng pada akhir Januari, Wapres mengatakan masing-masing ahli waris korban meninggal akibat bencana akan mendapat Rp15 juta.

Longki mengatakan instruksi Wapres tersebut bertujuan supaya ahli waris korban bencana di Sulteng tidak menunggu terlalu lama hingga proses verifikasi selesai.

Hingga kini, santunan duka, dana stimulan belum juga sampai ke masyarakat korban bencana gempa, tsunami dan likuefaksi di Palu, Sigi dan Donggala.

Wali Kota Palu Hidayat mengeluhkan penyaluran dana stimulan dan santunan duka bagi pengungsi korban bencana gempa, tsunami dan likuefaksi yang dijanjikan pemerintah pusat melalui Kementerian Sosial dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang hingga saat ini belum cair.

"Semua data-data baik itu data jumlah rumah rusak mulai dari rumah rusak berat, sedang dan ringan sudah kita berikan kepada pemerintah pusat. Data penerima santunan duka juga sudah kita berikan," kata Hidayat.

Bahkan, Hidayat mengatakan telah menyerahkan data-data tersebut sejak dua bulan lalu namun hasil rapat terakhir dengan Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkokumham) pekan kemarin belum menemui titik terang tentang kepastian waktu penyaluran dana bantuan tersebut.

Bupati Sigi Mohammad Irwan Lapatta berharap pemerintah pusat segera mencairkan dana stimulan rumah rusak dan santunan duka bagi korban meninggal dunia akibat bencana alam dan likuefaksi yang terjadi daerah itu pada 28 September 2018.

Sebab, kata Irwan, Pemerintah Kabupaten Sigi sudah memenuhi semua persyaratan yang diminta oleh pemerintah pusat perihal penyaluran dana stimulan dan santunan duka bagi korban bencana.

"Dana stimulan dan santunan duka ini saya harap dipercepat pencairannya karena mekanisme yang harus dilalui dan dipenuhi Pemkab Sigi sudah kami lalui semua mulai data penerima bantuan tiap desa, kecamatan hingga tim dari pemda sudah menyampaikan kepada Gubernur Sulteng,"katanya.

Irwan berharap dapat segera memperoleh jawaban dan kepastian dari pemerintah pusat mengenai pencairan dana-dana tersebut. Mengingat korban bencana penerima dana stimulan dan santunan duka di Sigi selalu menanyakan hal itu kepadanya.

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas-HAM) Republik Indonesia Perwakilan Sulawesi Tengah, menilai pemerintah hanya memberi janji-janji dan harapan kepada korban bencana gempa, tsunami dan likuefaksi di Palu, Donggala, Sigi dan Parigi Moutong terkait pembayaran santunan duka.

"Hingga detik ini, negara dalam hal ini diwakili oleh pemerintah, khususnya Wakil Presiden, kembali mengumbar janji kepada korban gempa bumi, tsunami dan likuefaksi di Palu, Sigi, Donggala dan Parigi Moutong," ucap Ketua Komnas-HAM Perwakilan Sulawesi Tengah, Dedi Askary.

Gubernur Sulawesi Tengah Longki Djanggola usai rapat penanggulangan bencana di Kantor Wakil Presiden di Jakarta, Senin 18 Maret 2019, mengemukakan bahwa Wakil Presiden Jusuf Kalla menginstruksikan agar dana santunan duka untuk ahli waris korban meninggal akibat gempa, tsunami dan likuefaksi di Sulawesi Tengah dibayarkan secara bertahap paling lama mulai Jumat, 22 Maret 2019.

Dedi Askary menyebut bagaimana mungking instruksi itu bisa dilaksanakan, jika anggaran atau alokasi anggaran yang diperuntukan untuk pembayaran santunan, hingga saat ini belum tersedia di Dinas Sosial Provinsi Sulteng.

"Ini kan sama saja dengan akal-akalan, sama saja dengan memberi surga telinga kepada korban di Sulteng," sebut Dedi Askary.
Ia menilai, karena tidak terealisasi, maka yang susah kemudian adalah pemerintah daerah, baik Pemerintah Provinsi Sulteng maupun pemeintah kabupaten dan pemerintah kota setempat.


Pembangunan Huntap

Hunian tetap (Huntap) bagi korban gempa, tsunami dan likuefaksi di Kota Palu, direncanakan dibangun mulai bulan Maret 2019.

"Kesepakatan awal dengan Yayasan Budha Tzu Chi, muda-mudahan tidak ada hambatan, halangan, kalau semuanya berjalan beres, maka peletakkan batu pertama pembangunan huntap pada 4 Maret 2019," ucap Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo di Palu.

Pernyataan itu disampaikannya usai meninjau contoh bangunan huntap dan lokasi lahan pembangunannya di Kelurahan Tondo, Kota Palu.

Penanggung Jawab Proyek Huntap dari Yayasan Budha Tzu Chi, Lie Sarpin mengemukakan, lahan yang digunakan untuk membangun huntap saat ini kurang lebih 40 hektare.

Setiap unit, urainya akan dibangun diatas lahan seluas 150 meter persegi dengan luas bangunan 36 meter persen atau tipe 36.

"Dengan tanah yang dikasih dari pemerintah untuk kita bangun, per/rumah itu kira-kira 150 meter persegi atau per-unit 150 meter persegi lahan. Dan bangunan 36 meter persegi," jelasnya.

Menurutnya tahap pertama pembangunan huntap sebanyak 1.000 unit huntap. Setiap unit huntap anggarannya kurang lebih Rp 50 juta.

Ia melanjutkan, dalam proses pembangunan huntap tersebut, pihaknya menggunakan tenaga kerja lokal.

"Ratusan orang dari tenaga kerja lokal akan kami pakai untuk membangun huntap ini, sebagiannya dari Jakarta," ujar dia.

Ia juga mengemukakan bahwa saat ini material bangunan dalam proses pengadaan dan akan dikirim dari Jakarta ke Palu.

Terkait anggaran pembangunan huntap per-unit yang mencapai Rp 50 juta, Doni Monardo menyebutkan bahwa anggaran tersebut sama seperti besaran dana stimulan yang diberikan kepada setiap kepala keluarga korban bencana gempa, tsunami dan likuefaksi di Kota Palu, Sigi, Donggala dan Parigi Moutong.

Sebelumnya, kongres korban bencana gempa, tsunami dan likuefaksi di Palu, Kabupaten Sigi dan Donggala (Pasigala), di Lapangan Vatulemo Palu, menghasilkan empat belas tuntutan yang ditujukan kepada pemerintah.

Pertama, cabut penetapan area relokasi dan libatkan korban dalam penetapan area relokasi. Kedua, libatkan korban dalam penentuan konsep hunian tetap yang berprespektif hunian tumbuh dan tahan gempa.

Ketiga, pencairan dana untuk hunian tetap tanpa berbelit-belit dan berikan kewenangan sepenuhnya kepada korban dalam penggunaan dana stimulan hunian.

Keempat, penuhi kebutuhan hunian tetap berbasis hak yakni setiap keluarga satu hunian tetap. Kelima, pastikan dan penuhi hak keperdataan atas lahan pemukiman korban yang berada di zona berbahaya.

Keenam, evaluasi dan validasi data korban dengan melibatkan warga. Ketujuh, cairkan dana santunan korban hilang dan korban jiwa segera serta menanggung seluruh biaya pemulihan kesehatan bagi korban luka-luka.

Delapan, pulihkan kondisi sosial dan perekonomian korban. Sembilan, negara bertanggung jawab atas kerugian material korban atas penjarahan.

Sepuluh, terbitkan peta mikro zonasi/area rawan bencana. Sebelas, segera bangun sistem mitigasi bencana yang lengkap yang berbasis pelibatan masyarakat dan tekhnologi terbaru dalam mendeteksi gempa dan tsunami.

Dua belas, penuhi kebutuhan dasar korban selama di pengungsian. Tiga belas, distribusi segera jaminan hidup dan bekal hidup untuk seluruh korban.
Empat belas, data dan bangun kembali hunian warga yang rusak namun masih berstatus KPR.

Ratusan korban bencana gempa dan likuefaksi serta tsunami dari Palu, Sigi dan Donggala menuntut hak, dalam kongres korban bencana Pasigala, di Lapngan Vatulemo Palu. (Antaranews/Muhammad Hajiji)

Editor: Tunggul Susilo
Copyright © ANTARA 2019