Bangkok (ANTARA News) - Perbaikan lingkungan hidup dan pertumbuhan ekonomi harus dilakukan dengan memprioritaskan peningkatan kualitas bukan hanya mengejar angka atau peresentase, kata seorang pejabat dari ESCAP (Komisi Ekonomi dan Sosial PBB Untuk Asia-Pasifik). "Pertumbuhan ekonomi harus 'hijau' yang berarti harus mengejar perbaikan kualitas, bukan angka atau persentase semata. Sayangnya, banyak negara di Asia yang meniru pertumbuhan ekonomi AS," kata Rae Kwon Chung, Direktur Devisi Lingkungan and Pembangunan Berkelanjutan ESCAP, dalam seminar bertema "Kembali ke Masa Depan Kita Bersama" di Bangkok. Ia memberikan contoh Bangkok sebagai kota yang meniru kebijakan AS, misalnya, dalam pembangunan prasarana transportasi sehingga menimbulkan kemacetan. Menurut dia, pembangunan berkelanjutan, seperti yang ditegaskan dalam laporan 'Masa Depan Kita Bersama' yang disusun oleh Komisi Lingkungan Hidup dan Pembangunan Berkelanjutan (Komisi Brundtland) sangatlah penting untuk dilaksanakan yaitu dengan mengintegrasikan ekonomi dalam pembangunan. Menurut Rae Kwon Chung, laporan Brundtland tersebut sayangnya tidak mencantumkan strategi untuk melaksanakan pembangunan berkelanjutan, yaitu konsep yang menekankan bahwa untuk memenuhi kebutuhan generasi sekarang, tidak boleh mengorbankan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhan mereka kelak. Dalam seminar sehari yang diselenggarakan oleh UNEP (Program Lingkungan Hidup PBB) tersebut, ia menggarisbawahi perlunya menekan kebutuhan, dan tidak semata meningkatkan suplai. Sementara itu, Direktur UNEP untuk Wilayah Asia dan Pasifik, Surendra Shrestha dalam sambutannya mengatakan seminar tersebut diselenggarakan bersamaan dengan peluncuran Laporan Prospek Lingkungan Global ke-4 (GEO-4) untuk memperingati 20 tahun laporan 'Masa Depan Kita Bersama' yang terbit pada 1987. Sejak 20 tahun terakhir, kesadaran masyarakat dan pemimpin di dunia tentang perlunya melindungi lingkungan hidup makin meningkat, tetapi tindakan nyata untuk melaksanakan hal itu belum cukup. Ia menekankan bahwa "masa depan kita bersama tergantung pada tindakan kita saat ini, bukan besok atau suatu hari kelak." Laporan GEO-4 setebal 540 halaman tersebut antara lain menyebutkan bahwa potensi dampak perubahan iklim dirasakan oleh hampir semua wilayah di dunia, termasuk di Asia dan Pasifik, yang mengalami kemarau dan banjir lebih parah dari tahun-tahun sebelumnya. (*)
Copyright © ANTARA 2007