Jakarta (ANTARA News) - Direktur Lembaga Studi Kebijakan Publik (LSKP), Ichsanuddin Noorsy, mengungkapkan Singapura menggunakan standar ganda terhadap Indonesia dalam menjalankan kebijakan investasi serta pemberantasan korupsi.
"Mereka meminta Indonesia melindungi investasi Singapura, tetapi juga dengan liciknya melindungi uang haram hasil korupsi dari Indonesia yang masuk ke Singapura," katanya di Jakarta, Senin.
Sebelumnya Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Yunus Husein, menilai Singapura sebagai negara paling sulit diajak bekerja sama dalam melacak hasil kejahatan pencucian uang dari Indonesia.
Padahal, demikian Yunus Husein, sudah beberapa kali pihaknya meminta bantuan Singapura, agar memberikan informasi guna kepentingan pelacakan uang tersangka korupsi di Indonesia yang diduga disimpan di sana.
"Faktanya, Singapura sangat tidak kooperatif," ungkap Yunus Husein kepada pers.
Jika hal tersebut baru disadari oleh para pejabat dan LSM di Indonesia, kata Ichsanuddin, itu membuktikan Singapura telah berhasil memanfaatkan kenaifan pemuka-pemuka Indonesia untuk melindungi kepentingan mereka.
"Pernyataan Pak Yunus Husein (Ketua PPATK) itu sekadar bukti, bahwa tidak ada gunanya membuat perjanjian ekstradisi dengan Singapura," tegasnya.
Pasalnya, lanjut Ichsanuddin, Singapura sangat menikmati hasil pencucian uang haram dari Indonesia.
Sementara itu, Koordinator Monitoring Peradilan Internasional `Indonesia Corruption Watch` (ICW), Emmerson Yuntho, menyatakan pihaknya memahami alasan pihak PPATK yang mengeluhkan kesulitan mengajak kerjasama Singapura dalam melacak kejahatan pencucian uang (`money laundering`).
Keengganan Singapura memberi akses informasi kepada Indonesia, menurutnya, didasari oleh kepentingan nasional mereka.
"Kan istilah yang dikenal, Singapura itu sebagai surga bagi koruptor Indonesia," kata Emmerson Yuntho. (*)
Copyright © ANTARA 2007