Brisbane (ANTARA News) - Menteri Luar Negeri Alexander Downer mengatakan permohonan warga Australia kepada Pemerintah Indonesia supaya memberikan peluang hidup kepada enam warga Australia yang terancam hukuman mati dalam kasus penyelundupan narkotika di Bali hendaknya "dipertimbangkan secara hati-hati".
Pernyataan Downer itu disiarkan ABC, Selasa, dimana pada hari yang sama Mahkamah Konstitusi (MK) di Jakarta akan memutuskan apakah hukuman mati secara hukum tidak berlaku bagi para terdakwa kasus narkotika dan obat-obatan terlarang (narkoba).
Dikatakannya jika upaya-upaya hukum gagal, maka dia akan membicarakan bagaimana cara terbaik selanjutnya dengan Perdana Menteri John Howard.
Keputusan MK tentang uji materiil pasal-pasal mengatur tentang hukuman mati dalam UU No.22 Tahun 1997 tentang Narkotika itu, menurut Downer, sangat penting bagi nasib permohonan hukum para terpidana kasus narkoba yang melibatkan sembilan orang warga negaranya (Bali Nine) itu.
Ia meminta rakyat Australia untuk menyerahkan tata cara penangangan masalah "Bali Nine" ini kepada pemerintah, jika proses hukum gagal karena kalau publik salah mengambil cara terutama tampil dengan "profile sangat tinggi" di media massa tentang isu ini, maka dikhawatirkan justru menjadi kontra produktif.
Permohonan uji material terhadap tiga pasal yang mengatur hukuman mati dalam UU No 22 Tahun 1997 tentang Narkotika ke MK itu sudah diajukan 17 Januari 2007.
Uji materiil yang dimohonkan oleh empat terpidana mati kasus narkotika, yaitu dua warga negara Australia, Myuran Sukumaran dan Andrew Chan yang tergabung dalam kelompok "Bali Nine", serta dua warga negara Indonesia, Edith Yunita Sianturi, dan Rani Andriani, itu diserahkan kuasa hukum pemohon, Todung Mulya Lubis.
Todung menjelaskan pasal yang diajukan untuk diuji materiil adalah pasal 80, 81, dan 82 UU No 22 Tahun 1997 terhadap pasal 28 A dan 28 I UUD 1945.
"Hukuman mati dalam konstitusi kita tidak ada dasar hukumnya, karena konstitusi kita sendiri dalam pasal 28 A dan 28 I menjamin hak hidup warga negara," tuturnya.
Pasal 80 sampai pasal 82 UU No 22 Tahun 1997 mengatur tentang pidana mati yang diberikan sebagai hukuman pilihan bagi pelaku produksi, persinggahan, impor, dan kepemilikan obat terlarang.
Optimisme Todung
Todung mengatakan ia cukup optimis dengan permohonan yang diajukan oleh empat terpidana mati kasus narkoba itu.
Menurut dia, meski kejahatan narkoba termasuk dalam jenis kejahatan yang berbahaya bagi hajat hidup orang banyak, namun telah ada hukuman yang cukup berat dalam UU tersebut, seperti hukuman seumur hidup dan hukuman 20 tahun penjara, tanpa perlu menerapkan hukuman mati.
"Dalam statistik yang kami pelajari, di negara mana pun, hukuman mati ternyata juga tidak bisa memberikan efek jera," ujarnya.
Myuran Sukumaran dan Andrew Chan, beserta empat terdakwa lainnya, Tan Duc Thanh Nguyen, Si Yi Chen, Matthew James Norman, dan Scott Anthony Rush, pada 6 September 2006, dijatuhi hukuman mati oleh Mahkamah Agung (MA).
Keenamnya terlibat dalam penyelundupan heroin seberat 8,2 kg dari Bali ke Australia.
Vonis kasasi bagi Myuran dan Andrew itu memperkuat hukuman mati yang telah dijatuhi oleh PN Denpasar kepada keduanya pada Februari 2006.
Sementara itu, pemohon uji materiil lainnya, Edith Yunita Sianturi dan Rani Andriani, divonis hukuman mati oleh PN Tangerang pada 2000.
Edith terlibat kasus kepemilikan narkotika seberat 1.000 gram, sedangkan Rani dihukum karena kepemilikan narkoba seberat 3.500 gram.
Setelah menyerahkan berkas permohonan kepada Panitera MK, Todung mengatakan, sidang pemeriksaan pendahuluan permohonan uji materiil itu akan digelar pada pekan depan.
Terkait dengan hukuman mati, Pemerintah Australia tidak konsisten dengan penerapannya di luar negaranya.
Dalam kasus tiga orang terpidana mati kasus Bom Bali 2002 misalnya, Menlu Alexander Downer, mengatakan, pihaknya tidak melobi Indonesia untuk menyelamatkan nyawa Amrozi bin H. Nurhasyim, Ali Ghufron, dan Imam Samudera yang bertanggung jawab atas kematian 88 warga Australia.
"Walaupun benar bahwa kita (Australia) tidak mendukung hukuman mati, dalam kasus tertentu ketiga orang ini bertanggung jawab terhadap tewasnya lebih dari 200 orang, termasuk 88 warga Australia, dan saya harus mengatakan kepada anda bahwa kemarahan orang terhadap mereka tidak mengenal batas," kata Downer.
"Dan saya fikir seandainya mereka dieksekusi, mereka semua pun tahu bahwa di negara seperti Indonesia, sekiranya anda membunuh seseorang, mungkin membawa (anda) ke hukuman mati. Mereka (Amrozi Cs-red.) adalah warga negara Indonesia dan kami pasti tidak akan melakukan intervensi," kata Downer. (*)
Copyright © ANTARA 2007