Jakarta (ANTARA News) - Departemen Pertahanan (Dephan) dan Komisi I DPR hingga kini belum sepaham soal rincian belanja pengadaan barang dan jasa, termasuk dalam pengadaan alat utama sistem senjata (alutsista) TNI yang diatur dalam pasal 15 ayat 5 UU No17/2003 tentang Keuangan. "Perbedaan tafsir dan pemahaman itu justru mengandung kerawanan terhadap percaloan dalam setiap belanja pengadaan barang dan jasa, termasuk belanja dan jasa militer," kata Menteri Pertahanan (Menhan) Juwono Sudarsono , dalam jumpa pers bersama jajaran Komisi I DPR di Jakarta, Senin malam. Ia mengemukakan, sampai saat ini masih ada perbedaan paham antara eksekutif dan legislatif tentang apakah belanja pengadaan barang dan jasa di masing-masing departemen harus diungkapkan sangat rinci mulai dari Unit Organisasi, Fungsi, Program, Kegiatan dan Jenis Belanja sesuai pasal 15 ayat 5 UU No17/2003. "Menurut saya, dan beberapa teman-teman eksekutif lainnya sering mengeluhkan bahwa tafsiran yang berbeda terhadap pasal tersebut mengandung kerawanan terjadinya percaloan, baik di departemen maupun komisi. Karena itu, kami ingin ada penyederhanaan antara lain dengan mencabut sebagian dari pasal tersebut, khususnya pasal lima," tutur Juwono. Apalagi, tambah Menhan, secara praktis dan nyata anggota Komisi tidak akan sanggup melakukan penelusuran dari setiap mata anggaran belanja yang diajukan masing-masing departemen sseuai amanat pasa 15 ayat 5 UU No17/2003. Menanggapi itu, Ketua Komisi I DPR Theo L Sambuaga mengatakan jika pemerintah mengadakan perubahan terhadap pasal tersebut maka dapat segera diusulkan untuk kemudian dikaji DPR. "Proses saja melalui perubahan UU. Kalau menteri memiliki keinginan mengubah tentu ada jalannya. Jalannya itu mengusulkan melalui perubahan UU. Bagaimana hasilnya ya kita lihat, kalau sudah diusulkan ya kita proses di DPR," katanya. Ia menegaskan, selama belum ada peraturan baru tentang hal itu maka yang berlaku adalah ketentuan yang lama yakni pasal 15 ayat 5 UU N017/2003.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007