Pandeglang (ANTARA) - Menteri Pariwisata Arief Yahnya menyatakan yang statusnya waspada itu Gunung Anak Krakatau (GAK) bukan Selat Sunda, dan informasi ini perlu disampaikan pada masyarakat.
"Kita bersyukur status GAK sudah diturunkan dari Level III (siaga) menjadi level II (waspada). Perlu kita sampaikan pada masyarakat itu status GAK bukan Selat Sunda," katanya di Pandeglang, Senin.
Menurut dia, saat statusnya siaga maka kawasan berbahaya 5 km dari kawah GAK, setelah menjadi waspada yang berbahaya 2 km dari GAK. Sedangkan jarak GAK ke pantai mencapai 50 km, jadi kawasan pantai yang terdampak tsunami itu sekarang sudah aman dan layak untuk dikunjungi.
Ia menyatakan, saat Gunung Agung di Bali mengalami erupsi, dan kemudian statusnya dinyatakan "awas" pada radius 12 km dari Gunung Agung, ada anggapan seolah-olah yang "awas" itu Bali, padahal itu salah.
"Setelah saya dan Gubernur Bali menyampaikan bahwa yang 'awas' Gunung Agung, sedangkan Bali aman, tingkat kunjungan langsung melonjak hingga 70 persen," ujarnya.
Arief menyatakan, penyebab tingkat kunjungan ke Pantai Anyer dan pantai lain yang terdampak tsunami sepi karena ada kekhawatiran dari masyarakat, jadi dampak psikologis akibat tsunami. Kesan bahaya masih belum hilang, padahal aman karena yang bahaya itu 2 km dari kawah GAK, sedangkan jarak GAK ke pantai 50 km.
Ia juga mengharapkan, instansi berwenang seperti BMKG, BNPB dan PPMVG dan pemerintah daerah menyampaikan kondisi itu pada masyarakat, sehingga rasa takut untuk berkunjung ke pantai hilang dan pariwisata di kawasan terdampak tsunami kembali normal.
Arief mengatakan, kemenpar memiliki 49 kegiatan termasuk anggarannya untuk membangun, me-recovery pariwisata di kawasan yang terdampak tsunami, di antaranya menyangkut sumber daya manusia seperti "trauma healing, promosi dan desinasi terdampak tsunami. "Desinasi terdampak seperti dermaga kita fasilitasi ke institusi terkait untuk segera di-recovery," ujarnya.
Dari 49 kegiatan, kata dia, 16 di antaranya sudah dilaksanakan, dan tinggal 33 kegiatan sisanya yang harus diselesaikan 22 Juni 2019, atau 6 bulan setelah tsunami Selat Sunda yang terjadi pada 22 Desember 2018.
Pewarta: Sambas
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2019