Jakarta (ANTARA) - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengapresiasi pencapaian Indonesia yang berhasil menelurkan resolusi tata kelola terumbu karang berkelanjutan yang diadopsi oleh Sidang Umum Lingkungan PBB (UNEA) ke-4 di Nairobi, Kenya, beberapa waktu lalu.
"Indonesia harus berbangga hati karena adopsi resolusi ini menunjukkan keberhasilan diplomasi dan bentuk pengakuan internasional terhadap komitmen dan konsistensi kepemimpinan Indonesia dalam mengarusutamakan pengelolaan dan konservasi terumbu karang pada tingkat global," kata Susi Pudjiastuti dalam siaran pers di Jakarta, Senin.
Menurut Susi, langkah tersebut juga sejalan dengan visi Indonesia untuk membangun tata kelola kelautan dan perikanan yang berkelanjutan.
Sebagaimana diketahui, rancangan resolusi "Tata Kelola Terumbu Karang Berkelanjutan" yang diajukan oleh Pemerintah Indonesia kepada PBB disepakati dan diadopsi dalam UNEA ke-4 yang berlangsung di Nairobi, Kenya, 15 Maret 2019.
Sidang UNEA merupakan badan pengambil keputusan tertinggi dunia dalam bidang lingkungan. Sidang ini menghasilkan sejumlah resolusi dan seruan aksi global untuk mengatasi permasalahan lingkungan yang tengah dihadapi dunia saat ini.
Dalam sidang tersebut, Indonesia diwakili oleh Dr. Suseno Sukoyono, Staf Ahli Menteri Bidang Masyarakat dan Hubungan Antar Lembaga, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sebagai delegasi.
Suseno menyatakan resolusi “Tata Kelola Terumbu Karang Berkelanjutan” yang diusung oleh Indonesia bersama Monako, serta didukung oleh Meksiko, Filipina, dan Korea Selatan ini menjadi resolusi pertama yang disepakati oleh negara-negara anggota dari total 23 resolusi yang diadopsi dalam sidang.
Resolusi itu mengajak dunia internasional untuk bekerjasama melakukan aksi nyata dalam konservasi dan pengelolaan terumbu karang secara berkelanjutan, termasuk potensi dampak buruk perdagangan ikan karang hidup untuk konsumsi.
Menteri Susi menyebutkan komitmen dari Indonesia telah ditunjukkan secara konsisten sejak Indonesia menginisiasikan kerjasama antar 6 negara Asia Pasifik untuk melindungi terumbu karang melalui Coral Triangle Initiative on Coral Reefs, Fisheries, and Food Security (CTI-CFF) pada tahun 2009.
Komitmen itu kembali dibuktikan dengan peran Indonesia sebagai tuan rumah perhelatan Our Ocean Conference 2018 di Bali dan kepemimpinan bersama sebagai ketua International Coral Reef Initiative periode 2018-2020.
"Saya harap pencapaian ini tidak membuat kita puas begitu saja. Sebaliknya, ini menjadi titik awal dan motivasi bagi kita untuk terus mengawal dan menghentikan praktik-praktik perikanan yang tidak berkelanjutan untuk memastikan tersedianya ketahanan pangan 10, 20, 30 tahun mendatang," ucapnya.
Sebagai informasi, keberadaan terumbu karang yang dikenal sebagai “hutan hujan” bagi ekosistem laut hanya berada pada kurang dari 1 persen dari total area laut dunia. Keberadaan terumbu karang sangat penting bagi ekosistem laut atas fungsinya sebagai rumah bagi seperempat dari seluruh spesies laut di dunia.
Kendati demikian, dalam beberapa dekade terakhir, dunia diperkirakan telah kehilangan sekitar 50 persen terumbu karang akibat perubahan iklim dan ulah manusia.
Padahal, terumbu karang diperkirakan menyediakan potensi jasa lingkungan hingga senilai 11,9 triliun dolar AS per tahun bagi populasi sekitar 500 juta jiwa di dunia.
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2019