Jakarta (ANTARA News) - Asosiasi Industri Tabung Baja (ASITAB) meminta pemerintah menaikkan harga tabung baja ukuran tiga kilogram untuk program konversi minyak tanah ke gas pada tender selanjutnya, guna menarik minat investasi baru yang akan memasok tabung gas sehingga mampu mendorong percepatan program konversi. "Kami mengharapkan pemerintah menetapkan harga yang lebih baik untuk merangsang investor baru dalam rangka mempercepat waktu konversi hingga tahun 2010," kata Ketua ASITAB Tjiptadi pada keterangan persnya di Jakarta, Senin. Ia mengatakan, harga yang ditetapkan pemerintah saat ini sekitar Rp75 ribu per tabung ukuran tiga kilogram, tidak menarik bagi investor baru untuk menanamkan investasinya memproduksi tabung gas di dalam negeri. "Harga (tabung gas ukuran tiga kilogram) sebenarnya tidak terlalu menarik. Investor baru ragu karena harganya terlalu rendah untuk investasi baru, membeli mesin-mesin baru, dan depresiasinya," ujar Tjitadi. Oleh karena itu, lanjut dia, untuk mendorong percepatan program konversi minyak tanah ke gas, ASITAB mengharapkan pemerintah meningkatkan harga tabung gas saat ini, sehingga ada pemasok baru yang mau investasi. Ia mengatakan, saat ini minat menjadi produsen tabung baja ukuran tiga kilogram menurun, dari semula 28 peminat, hanya 15 yang meneruskan investasinya. Tjiptadi juga mengkhawatirkan bila harga tabung gas terlalu ditekan, maka akan berdampak terhadap kualitas. Meskipun ia mengakui selama ini PT Krakatau Steel (KS) memasok bahan baku baja (SG 295) kepada para produsen tabung baja dengan harga khusus. "Jadi kalau harga tabung naik, KS pun akan menaikkan harganya," kata dia. Lebih jauh, ia juga mengatakan, saat ini harga tabung baja ukuran tiga kilogram yang diproduksi di dalam negeri untuk keperluan konversi hampir sama dengan produk sejenis buatan China, karena harga baja di Cina juga naik mencapai 648 dolar AS per ton atau mendekati Rp6.000 per kilogram yang merupakan harga bahan baku tabung di dalam negeri. "Kalau dihitung berdasarkan harga tabung di Cina ditambah bea masuk dan biaya penanganan (`handling`) di pelabuhan, maka jatuhnya juga sekitar Rp75 ribu per tabung, hampir sama dengan di dalam negeri. Kalau kurang dari itu berarti under value," ujarnya. Tjiptadi dengan tegas menyatakan ketidaksetujuannya jika Pertamina yang ditugaskan mengadakan tabung untuk konversi melakukan impor, karena produksi dalam negeri mampu memenuhi kebutuhan. Saat ini kapasitas terpasang industri tabung nasional mencapai sekitar 29,6 juta unit per tahun. Ia mengatakan, kalaupun Pertamina ingin impor untuk memenuhi kebutuhan sampai Desember, maka tabung baru bisa datang ke Indonesia pada Januari, sedangkan produsen di dalam negeri meminta perpanjangan waktu pasok tabung untuk 2007 sampai pertengahan Pebruari 2008. "Hitungan normal kami, kalau kita buka L/C (letter of credit) sekarang, maka di sana (China) harus siap-siap produksi dulu sampai Desember. Jadi baru masuk ke sini (Indonesia) pada Januari," katanya. (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007