Bangkok (ANTARA) - Lebih 100 pegiat oposisi melakukan aksi protes di bagian tengah Bangkok pada Ahad (31/3), menuduh komisi pemilihan menunda-nunda dan memanipulasi hasil pemungutan suara pertama sejak kudeta tahun 2014.

Sepekan setelah pemilihan umum pada 24 Maret, hasil pemungutan suara belum diketahui dengan jelas sampai komisi itu mengumumkan hasil-hasil resmi, yang dijadwalkan pada 9 Mei.

Komisi tersebut sudah menyiarkan sebagian hasil pemungutan suara pada malam setelah pemilihan dan membutuhkan empat hari lagi untuk dapat menyiarkan hasil penghitungan.

Hasil penghitungan sementara menunjukkan satu partai pendukung junta militer yang berkuasa menang dalam pemilu tetapi partai Pheu Thai yang beroposisi dalam penghitungan suara sementara meraih suara lebih banyak di DPR.

Baik partai Palang Pracharat - yang berusaha mempertahankan pemimpin junta Prayuth Chan-ocha tetap berkuasa - maupun "Barisan Demokratik" beranggota tujuh partai antijunta, telah mengklaim memiliki mandat untuk membentuk pemerintahan mendatang.

"Enyahlah! Hentikan penipuan! Hormati rakyat!" teriak para pengunjuk rasa di dekat Monumen Kemenangan di Bangkok.

Mereka mengajak para pejalan kaki membubuhi tanda tangan pada petisi daring untuk memakzulkan komisi itu. Komisi tersebut menolak untuk berkomentar mengenai kecaman terhadap penanganannya atas hasil-hasil pemilu.

Keadaan yang tak menentu terkait pemilu itu bisa menaikkan ketegangan pada saat negara Asia Tenggara tersebut sedang menyiapkan upacara penobatan Raja Maha Vajiralongkorn pada Mei.

Pada Sabtu, Raja Thailand mengeluarkan perintah pencabutan gelar kerajaan yang dianugerahkan kepada mantan Perdana Menteri Thaksin Shinawatra, yang digulingkan dalam kudeta militer awal tahun 2006 dan memiliki hubungan dengan partai Phue Thai.

Sumber: Reuters

Baca juga: Partai pengusung puteri Thailand sebagai perdana menteri hadapi pelarangan
Baca juga: Partai pro-tentara unggul sementara dalam pemilihan Thailand

Penerjemah: Mohamad Anthoni
Editor: Tia Mutiasari
Copyright © ANTARA 2019