Jakarta (ANTARA) - Kantor Staf Presiden (KSP) mendorong peran perempuan Aceh untuk dilibatkan menangkal dan melawan bahaya hoaks yang terus membesar di provinsi paling ujung barat Indonesia ini menjelang pelaksanaan Pemilu serentak 2019.
"Saya kira, perempuan punya peran penting untuk membantu kami mencegah dan menanggulangi hoaks," kata Deputi V KSP Jaleswari Pramodhawardani, dalam keterangan tertulisnya, Senin.
Jalewswari mengungkapkan bahwa berdasarkan riset yang dilakukan Lembanga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada bulan Januari 2019, Aceh merupakan salah satu daerah dengan tingkat penyebaran hoaks tertinggi di Indonesia, bersanding dengan Jawa Barat dan Banten.
Menurut LIPI, ada tiga isu hoaks terbesar di Aceh, meliputi bangkitnya komunisme, kriminalisasi ulama, dan masuknya jutaan tenaga kerja asing ke Indonesia. Dalam konteks pilpres, berdasarkan data KPU, banyak masyarakat Aceh yang percaya hoaks tujuh kontainer surat suara sudah tercoblos. Faktanya, semua informasi itu tidak benar.
Menurut Jaleswari, hoaks semacam ini sangat berbahaya baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Dalam jangka pendek, penyebaran hoaks semacam ini dapat menimbulkan ketidakpecayaan (distrust) kepada pemerintah.
Imbasnya, katanya, banyak program-program baik pemerintah yang sebenarnya untuk kesejahteraan rakyat luas, tidak terakses bahkan ditolak di masyarakat. Program-program seperti PKH, kredit mekar, dan lainnya tidak sampai ke masyarakat karena digagalkan hoaks.
Dalam jangka panjang, hoaks juga memicu eskalasi konflik. Apalagi hoaks yang berusaha mempertentangkan persoalan agama dan identitas.Dalam konteks Aceh, hal ini sangat berbahaya karena provinsi yang terkenal dengan Bumi Rencong ini memiliki sejarah konflik tersendiri di masa lalu.
Untuk mencegah dan menangkal bahaya hoaks yang terus membesar, KSP ingin melibatkan dan mendorong peran perempuan dengan menggelar FGD (Focus Group Discussion) dengan tema “Peran Perempuan dalam Pencegahan dan Penanggulangan Hoaks”, dengan menghadirkan 20 tokoh dan aktivis perempuan Aceh yang peduli pada pencegahan dan penanggulangan bahaya hoaks di Aceh.
Jaleswari, yang menjadi moderator dalam FGD tersebut, mengatakan bahwa salah satu fungsi KSP adalah "debottlenecking", memperlancar program-program strategis pemerintah yang macet.
"Kami melihat banyak program pemerintah yang sangat baik untuk masyarakat Aceh, tidak sampai di masyarakat karena maraknya hoaks. Kami ingin mencari solusi untuk masalah ini," katanya.
Salah satu peserta FGD, Evany Clauria Yanti dari Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Aceh, menyambut baik kegiatan ini karena hoaks merupakan masalah yang sangat memprihatinkan di Aceh.
"Banyak masyarakat yang terpapar berita bohong dan menelannya begitu saja. Kerjasama antara pihak pemerintah dan masyarakat sipil sangat penting untuk mencegah hoaks terus tersebar, sama-sama menghindari potensi konflik yang dimungkinkan oleh hoaks ini," katanya.
Farida Hanyami dari PASKA Aceh menekankan pentingnya melibatkan para pemuka agama dan institusi keagamaan dalam penanggulangan penyebaran hoaks, karena banyak perempuan Aceh ikut pengajian dan sangat patuh pada para Tengku.
"Hoaks perlu dicegah dan ditangkal dari forum-forum yang melibatkan perempuan, termasuk pengajian. Kita perlu lebih banyak pemuka agama dengan tingkat literasi yang baik, yang tidak mudah termakan dan menyebarkan hoaks. Demi kebaikan masyarakat luas," kata Farida.
Pewarta: Joko Susilo
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2019