Kalau disini kan masih di wilayah Malaysia, amanlah kami. Kalau harus masuk ke negara orang ada rasa tidak aman
Jagoi Babang Bengkayang (ANTARA) - Sejumlah pedagang Indonesia yang membuka kios di Pasar Serikin, wilayah Bau, Kuching, Sarawak, mengharapkan kebijakan yang positif untuk tempat usaha mereka, jika pada akhirnya pemerintah Malaysia dan Indonesia mengeluarkan keputusan terkait pasar tersebut.
Pasar Serikin sudah ada sejak 20 tahun lebih dan diisi ratusan pedagang yang datang dari wilayah Indonesia. Sementara pembelinya, mayoritas merupakan warga Malaysia.
Seorang pedagang asal Jalan Tanjungraya Raya 2, Pontianak, Iwan (29) yang sudah berjualan di pasar tersebut selama sembilan tahun, saat ditemui di Pasar Serikin, Minggu, menyatakan optimistis pemerintah kedua negara akan memperhatikan nasibnya dan ratusan pedagang lain, jika memutuskan kebijakan mengenai pasar tersebut.
Untuk diketahui, sejak lama pasar tersebut telah ada dan semakin berkembang sejak krisis moneter 1998. Aktivitas pasar semakin ramai sekitar tahun 2000 hingga kini. Ratusan pedagang Indonesia, telah membuka usaha dengan berjualan di Pasar Serikin yang berada di wilayah Malaysia.
Para pedagang tersebut menjual bahan-bahan kebutuhan seperti peralatan masak, pakaian dan kain, sepatu, tikar bidai, obat alergi, tas tangan, hingga mesin jahit mini, dan cemilan makanan khas Indonesia.
Barang-barang tersebut dibawa langsung para pedagang dengan melewati pintu perbatasan Indonesia di Jagoi Babang, Kabupaten Bengkayang, dengan menumpang ojek motor dan berbekal pas lintas batas.
Pas lintas batas merupakan surat laksana paspor, berwarna merah, yang disiapkan Kantor Imigrasi Bengkayang, khusus untuk warga Indonesia yang bermukim di kawasan perbatasan Indonesia - Malaysia.
Menurut Iwan yang sudah berdagang di pasar Serikin selama sembilan tahun terakhir, jika pun pada akhirnya terbit keputusan pemerintah dua negara terkait tempat usahanya itu, maka diharapkan tidak merugikan ia dan ratusan pedagang lainnya.
"Saya sudah bertahun-tahun dagang disini (pasar Serikin), jadi apapun keputusannya, tolong perhatikan nasib kami," kata Iwan.
Pernyataan senada juga disampaikan Zaenal yang baru membuka lapak (kios) sejak empat tahun terakhir.
"Silakan ada kebijakan apa pun itu, tapi diharapkan itu mendukung usaha kami ini," kata Zaenal yang berjualan minyak bengkarong.
Sementara itu, tokoh masyarakat perbatasan Bengkayang, Gustian Andiwinata menyatakan pernah mengusulkan kepada pihak-pihak terkait dalam pembangunan Pos Lintas Batas Negara (PLBN) agar ke depan saat pembangunan dimulai, pasar tersebut tetap ada meski pindah ke lokasi lain.
Ia menyarankan agar pasar itu dibangun di titik nol perbatasan dan berada di luar PLBN. Itu untuk tetap menarik warga Malaysia berbelanja di pasar tersebut.
"Kalau dibangun di belakang atau dalam lingkungan PLBN, dikhawatirkan warga Malaysia tak mau berbelanja lagi. Padahal pasar itu ada untuk melayani pembeli dari Malaysia," kata Ketua Dewan Adat Dayak wilayah perbatasan Bengkayang itu.
Menurut Gustian lagi, selama ini warga Malaysia merasa nyaman dan aman berbelanja dagangan para pedagang Indonesia itu karena pasar yang tersedia masih berada di wilayah Malaysia.
"Kalau sudah masuk wilayah Indonesia, mereka (warga Malaysia) pasti merasa tak aman karena berada di wilayah negara orang," katanya.
Seorang warga Malaysia yang belanja di pasar tersebut, Siyren (45) setuju dengan pandangan tersebut. Ia merasa khawatir jika harus berbelanja hingga masuk ke wilayah Indonesia.
"Kalau disini kan masih di wilayah Malaysia, amanlah kami. Kalau harus masuk ke negara orang ada rasa tidak aman," katanya.
Ia menyatakan kalau masuk ke negara lain, tentunya harus disertai dokumen resmi, paspor, dan itu akan merepotkan bagi dirinya. Sementara barang yang dibeli hanya untuk kebutuhan sehari-hari.
"Hanya beli tampan karena di tempat kami sudah sulit mendapatkannya karena tak ada yang buat lagi," kata warga Malaysia yang harus menempuh perjalanan sekitar 45 menit berkendaraan mobil dari tempat tinggalnya untuk belanja di pasar tersebut.
Tampan dibuat perajin Indonesia di sekitar wilayah kabupaten Bengkayang dan Landak. Di pasar Serikin dijual dengan harga 30 Ringgit Malaysia.
"Ini 30 ringgit, tapi tadi saya tawar harganya jadi 28 ringgit saja," kata perempuan tersebut.
Sementara menurut Gustian Andiwinata, pembangunan PLBN Jagoi Babang diperkirakan tidak akan memakan waktu lebih lama lagi. Karena beberapa PLBN di wilayah perbatasan Indonesia - Malaysia di Kalbar kini sudah selesai dibangun baru dan besar-besaran, setelah wilayah tersebut dikunjungi Presiden Joko Widodo, yakni Entikong di Kabupaten Sanggau, Aruk di Kabupaten Sambas, dan Badau di Kapuas Hulu.
Diperkirakan 2-3 tahun ke depan, PLBN Jagoi Babang pun akan dibangun. Warga Jagoi Babang juga berharap demikian, namun tentu saja tetap memperhatikan nasib dan masa depan ratusan pedagang yang melintasi perbatasan tersebut, katanya.
"Yang berjualan di Pasar Serikin, bukan hanya dari Bengkayang, tetapi dari banyak wilayah di Kalbar, seperti Pontianak, Landak, dan Sambas. Bahkan juga dari Jawa, " kata Gustian. Ia berharap pemerintah dalam membangun PLBN Jagoi Babang, mendengarkan aspirasi dari masyarakat setempat.
Baca juga: Empat Pos Lintas Batas Negara mulai dibangun 2019
Pewarta: Nurul Hayat
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2019