Jakarta (ANTARA News) - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mengharapkan agar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dapat memimpin negara-negara di kawasan Selatan untuk bekerja sama dalam menghadapi berbagai permasalahan lingkungan hidup.
"Presiden sebenarnya dapat membentuk persatuan dari negara-negara berkembang di Selatan agar dapat menekan negara-negara Utara yang maju untuk memotong emisi karbonnya," kata Direktur Eksekutif Walhi, Chalid Muhammad, di Jakarta, baru-baru ini.
Menurut dia, hal itu bisa dilakukan antara lain bila Indonesia menunjukkan komitmennya yang kuat untuk menyelamatkan hutan yang terletak di dalam wilayahnya.
Untuk itu, ia mendesak agar pemerintah mengeluarkan peraturan atau perundangan yang menyebutkan secara tegas bahwa tidak boleh lagi ada konversi lahan gambut untuk ditanami pohon kelapa sawit.
"Hal ini disebabkan kelapa sawit sedang naik pamornya sebagai sumber energi biofuel yang sedang didorong pemerintah," kata Chalid.
Selain itu, ia menyebutkan agar terdapat unsur "kegentingan yang memaksa" di dalam perundangan itu, dengan melakukan moratorium atau jeda tebang hutan untuk sementara.
Namun, Chalid menyadari bahwa hal tersebut kemungkinan tidak akan dapat dilakukan, karena masih adanya kebutuhan riil dalam negeri dan juga karena tidak sedikit warga masyarakat yang menggantungkan mata pencahariannya dalam hal tersebut.
Mengenai wewenang pemerintah, ia menginginkan agar pemerintah memiliki otoritas untuk mencabut izin pengelolaan dari perusahaan yang memiliki daerah lahan atau hutan yang terbakar.
"Ini karena hanya ada dua kemungkinan, yaitu lahan atau hutan tersebut sengaja dibakar atau perusahaan itu lalai dalam mengontrol kebakaran," katanya.
Chalid juga mengatakan selain dengan komitmen, kemungkinan Indonesia untuk memimpin negara Selatan akan jauh lebih besar bila diplomasi Indonesia dengan negara lain dikembangkan secara baik dan benar.
Tentang pertemuan rutin Kerangka Kerja Konvensi Perubahan Iklim (United Nations Framework Convention on Climate Change/UNFCCC) yang diselenggarakan di Indonesia pada Desember 2007, ia menyebutkan bahwa tema yang terdapat dalam pertemuan itu sebaiknya diperluas.
"Tema yang ada terkesan reduksionis karena hanya membahas `carbon trading`, transfer teknologi, dana adaptasi, dan pasca (Protokol) Kyoto," kata Chalid. (*)
Copyright © ANTARA 2007