Sejumlah pengunjuk rasa yang berjoget membunyikan klakson dan meneriakkan slogan-slogan kebebasan selain menyeru seluruh elit politik untuk lengser, dengan menyatakan bahwa sementara mereka menentang Bouteflika, mereka juga menolak campur tangan militer dalam kehidupan politik sipil.
"Tekanan-tekanan jalanan akan terus berlanjut sampai sistem itu tak lagi dipakai," kata Mohamed Djemai, 25 tahun, yang masih kuliah, sementara ratusan polisi antihuru-hara berjaga-jaga dan helikopter-helikopter terbang di atas mereka.
"Kami hanya punya satu kata hari ini, seluruh geng harus segera pergi, permainan sudah tamat", kata Ali, seorang pedagang, sementara para pengunjuk rasa lain meneriakkan "rakyat ingin kejatuhan rezim itu."
Di tengah-tengah aksi protes itu, keluarga-keluarga yang berdiri di balkon di atas jalan-jalan menyambut gembira peserta pawai, yang membagi kurma dan air dan membawa es krim dari penjual-penjual di tepi jalan.
Kepala Staf Angkatan Darat Letnan Jenderal Ahmed Gaed Salah, pada Selasa meminta dewan konstitusi membuat undang-undang sebagai landasan apakah presiden yang sudah berusia 82 tahun dan sakit-sakitan itu masih layak duduk di kursi kekuasaan.
Langkah itu menambah tekanan terhadap Bouteflika, yang telah gagal menenangkan rakyat Aljazair dengan membatalkan keputusan berkuasa lagi untuk masa jabatan kelima.
Para sekutu kunci telah meninggalkan presiden itu, yang sudah jarang tampil di depan umum sejak menderita stroke tahun 2013 dan sekarang menghadapi krisis paling terbesar dari kekuasaannya yang berlangsung 20 tahun.
Sumber: Reuters
Baca juga: Pengunjuk rasa Aljazair terus tekan Bouteflika
Baca juga: Kepala Staf AD Aljazair serukan penggulingan Presiden Bouteflika
Baca juga: Partai berkuasa di Aljazair beralih haluan sementara protes memuncak
Penerjemah: Mohamad Anthoni
Editor: Chaidar Abdullah
Copyright © ANTARA 2019