Hasil akhir pemilihan umum yang diselenggarakan pada Ahad (24/3) masih belum diumumkan. Penghitungan yang kacau dan tuduhan-tuduhan tentang pembelian suara telah merusak pemilihan pertama di Thailand sejak kudeta militer lima tahun lalu.
Di tengah-tengah keadaan yang membingungkan itu, baik partai Palang Prachart, yang pro-tentara, dan aliansi oposisi telah mengaku sebagai peraih suara terbanyak.
Hasil-hasil resmi dari pemungutan suara Ahad tidak akan diumumkan hingga 9 Mei, hanya beberapa hari setelah Vajiralongkorn dijadwalkan dinobatkan.
Upacara-upacara terkait penobatan akan berlangsung antara 4 dan 6 Mei, setelah masa berkabung yang berlangsung lama bagi ayah raja baru itu, Raja Bhumibol Adulyadej, yang mangkat pada tahun 2016.
Karena belum ada kejelasan siapa pemenang dalam pemilihan itu, partai Palang Pracharat yang pro-militer mengatakan pihaknya tidak akan berusaha berunding dengan partai-partai lain untuk membentuk pemerintahan koalisi karena ingin fokus pada penobatan raja itu.
"Kami masih menunggu. Pembentukan suatu pemerintahan saat ini sama sekali beda dari waktu lalu," kata Sekretaris Jenderal Palang Pracharat, Sonthirat Sontijirawong, pada Jumat.
"Saat ini kami punya kerangka waktu: upacara penobatan, upcara paling penting bagi semua orang Thailand ... Kami memprioritaskan ini dahulu," kata dia.
Budaya Thailand terkait erat dengan penghormatan kepada kerajaan konstitusional itu, dan penobatan Raja Vajiralongkorn akan menduduku posisi pertama bagi sebagian besar orang Thailand setelah ayahnya duduk di singgasana selama 70 tahun.
Sumber: Reuters
Baca juga: Aliansi oposisi Thailand bakal jadi mayoritas di majelis rendah
Baca juga: Pemantau: Kampanye pemilihan Thailand "sangat condong" ke Junta
Baca juga: Partai pro-tentara unggul sementara dalam pemilihan Thailand
Penerjemah: Mohamad Anthoni
Editor: Chaidar Abdullah
Copyright © ANTARA 2019