Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) harus hati-hati dalam menerapkan kasus dugaan kepemilikan silang yang dilakukan oleh Temasek agar tidak terkesan diskriminatif dan tidak terjadi preseden buruk karena banyak perusahaan melakukan kepemilikan silang di Indonesia.
"Kepemilikan silang dilarang jika pelaku usaha dilarang memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis yang melakukan kegiatan usaha dalam bidang yang sama atau mendirikan beberapa perusahaan yang memiliki kegiatan usaha yang sama pada pasar yang sama," kata pengamat ekonomi CSIS, Pande Radja Silalahi, di Jakarta, Minggu, saat ditanya dugaan kepemilikan silang oleh Temasek terhadap Telkomsel dan Indosat.
Saat ini KPPU sedang memeriksa Temasek (BUMN Singapura) karena dilaporkan melalui dua anak perusahaannya yakni Singapore Telecommunications Ltd (SingTel) dan Singapore Technologies Telemedia Pte. Ltd. (STT) memiliki saham di dua perusahaan telekomunikasi di Indonesia itu.
Padahal, kata Pande, seperti pendapat lain, Temasek tidak menjadi pemegang saham mayoritas di kedua perusahaan tersebut. Bahkan menurut Pande, yang memiliki saham mayoritas di perusahaan itu (Telkomsel) adalah Pemerintah. "Saham pemerintah di Telkomsel lebih besar," kata mantan anggota KPPU tersebut.
Oleh karena itu, katanya, jika KPPU memeriksa kasus tersebut maka bisa saja timbul pertanyaan kenapa perusahaan lainnya juga tidak diperiksa. Pande mencontohkan, kepemilikan silang juga terjadi di industri kimia, penerbangan, telekomunikasi dan perbankan, namun perlu dilihat apakah kepemilikan tersebut menyalahi aturan atau tidak.
Pande mengatakan, sebenarnya kasus kepemilikan silang sudah pernah terjadi yakni dalam kasus Cineplex 21.
Dalam kasus Cineplex 21, perusahaan tersebut dinyatakan melanggar pasal 27 UU No.5 Tahun 1999 karena kepemilikan silang pada dua perusahaan masing-masing melebihi 50 persen sehingga mereka diwajibkan menurunkan kepemilikan saham hingga di bawah 50 persen.
Pande mengatakan, jika KPPU tidak menggunakan dasar dan alasan yang tepat dalam mengambil keputusan maka bisa menimbulkan ketidakpastian usaha dan juga mengganggu iklim investasi.
Pada pasal 27 UU No 5/1999, tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat menyebutkan, pelaku usaha dilarang memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis yang melakukan kegiatan usaha dalam bidang yang sama atau mendirikan beberapa perusahaan yang memiliki kegiatan usaha yang sama pada pasar yang sama apabila kepemilikan tersebut mengakibatkan satu pelaku usaha atau kelompok pelaku menguasai lebih dari 50 persen pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
Menurut beberapa pengamat, Temasek tidak mempunyai saham mayoritas. Pemegang saham PT Indosat juga bukan STT tapi Indonesia Communication Limited (ICL) dan Indonesia Communication Pte sebesar sekitar 41 persen, dan sisanya pemerintah Indonesia dan publik sehingga secara hukum persaingan usaha, STT tidak ada kepemilikan langsung terhadap Indosat dan juga di Telkomsel.
Sedangkan PT Telkomsel dimiliki oleh Singapore Telecom Mobile Pte Ltd (STM Pte Ltd) sebesar 35 persen dan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk 65 persen. STM bukan pemegang saham mayoritas di Telkomsel dan juga bukan pemegang saham di PT Indosat.
Namun demikian Tim Pemeriksa Lanjutan KPPU telah membuat kesimpulan bahwa BUMN Singapura tersebut diduga melakukan pelanggaran UU No.5 tahun 1999. Namun suara tidak bulat karena salah satu anggota KPPU Benny Pasaribu mempunyai pandangan yang berbeda dengan kesimpulan.
Setelah Kesimpulan Tim Pemeriksa Lanjutan tersebut maka KPPU juga telah membentuk Komisi Majelis yang akan memberikan keputusan akhir.
Ketua KPPU M Iqbal mengatakan proses perkara Temasek masih berlangsung dan belum ada putusan.
"Jadi hendaknya semua pihak menunggu hasil putusan Majelis Komisi pada pertengahan bulan November," katanya saat diminta komentar bahwa proses pemeriksaan Temasek tidak objektif.
Ia juga mengatakan, yang berhak menilai putusan KPPU adalah pengadilan negeri dan Mahkamah Agung. "Itu pun kalau terlapor mengajukan keberatan terhadap putusan KPPU ke pengadilan negeri," katanya.
Iqbal juga pernah mengatakan bahwa pemeriksaan kasus Temasek dan pembentukan Majelis Komisi sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku di KPPU.
Menanggapi kasus yang ditangani KPPU, Direktur Inter-Cafe Institut Pertanian Bogor Iman Sugema mengatakan, dasar keputusan KPPU mengenai dugaan kepemilikan silang Temasek di Telkomsel dan Indosat harus kuat dan jangan mengarang-ngarang.
"Dasarnya harus kuat, dan jangan ngarang-ngarang. Ini `test case` (ujian) apakah KPPU bisa bersikap profesional dan kredibel," katanya.
Jika dasar hukum pengambilan keputusan KPPU tidak kuat maka bisa mempengaruhi citra lembaga tersebut.
Iman mengatakan, keputusan KPPU juga akan merefleksikan apakah hukum bisa ditegakkan atau tidak. "Jangan sampai keputusannya bernuansa politis," katanya.
Ia mengatakan, bisnis memang ada aturannya mainnya termasuk juga aturan mengenai kepemilikan silang. "Kepemilikan silang harus diatur," katanya.
Pengaturan usaha tersebut termasuk kepemilikan silang bukan hanya pada industri telekomunikasi tapi juga industri yang lainnya seperti perbankan. Aturan tersebut agar tercipta iklim bisnis yang sehat bagi semua pemain.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007