Yogyakarta (ANTARA) - Dinas Lingkungan Hidup Kota Yogyakarta membutuhkan waktu sekitar satu pekan untuk normalisasi kondisi di depo dan tempat pembuangan sampah sementara setelah Tempat Pembuangan Sampah Akhir Piyungan di Kabupaten Bantul kembali beroperasi.
"Mulai hari ini, Jumat (29/3), Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPSA) Piyungan kembali beroperasi. Namun, jangan dibayangkan semua sampah yang sudah menumpuk bisa langsung dibuang ke sana sekaligus,” kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Yogyakarta Suyana di Yogyakarta, Jumat.
Menurut dia, pembuangan sampah ke TPSA Piyungan harus dilakukan bertahap karena selain Kota Yogyakarta, Kabupaten Bantul dan Kabupaten Sleman juga memanfaatkan tempat pembuangan tersebut. Kedua kabupaten tersebut mendapat prioritas untuk membuang sampah ke TPSA Piyungan terlebih dulu.
Saat ini, dari sekitar 40 truk sampah milik Dinas Lingkungan Hidup Kota Yogyakarta yang sudah dipenuhi sampah sudah 10 truk yang diberangkatkan menuju TPSA Piyungan.
"Kami akan manfaatkan Sabtu dan Minggu untuk mengoptimalkan pembuangan sampah ke TPSA Piyungan karena biasanya Sleman dan Bantul tidak memiliki jadwal membuang sampah saat akhir pekan. Harapannya, TPSA bisa beroperasi hingga malam hari sehingga normalisasi depo bisa dilakukan lebih cepat," katanya.
Dinas Lingkungan Hidup Kota Yogyakarta akan memprioritaskan normalisasi depo dan tempat pembuangan sampah sementara yang berada di pusat wisata seperti di Kecamatan Kraton atau sekitar kawasan Malioboro agar tidak mengganggu wisatawan.
Setelah depo atau tempat pembuangan sampah sementara dibersihkan, penggerobak yang ada di wilayah akan kembali bertugas untuk mengambil sampah yang sudah menumpuk di permukiman. "Begitu seterusnya hingga kondisi depo kembali normal," kata Suyana.
Setiap hari, Kota Yogyakarta rata-rata membuang sekitar 250 ton sampah ke TPSA Piyungan. Namun, sejak TPSA Piyungan tidak beroperasi pada Sabtu (23/3), seluruh truk, depo dan tempat pembuangan sampah sementara dipenuhi sampah sehingga sampai meluber ke tepi jalan.
Dinas Lingkungan Hidup Kota Yogyakarta terus menyemprot tumpukan sampah dengan disinfektan untuk mengantisipasi penyebaran bakteri atau penyakit, serta mengurangi bau dan lalat, karena sampah yang sudah tertumpuk selama beberapa hari akan mulai terurai.
"Atas kejadian ini, warga Kota Yogyakarta diingatkan untuk menggencarkan pemilahan dan pengolahan sampah sejak dari rumah tangga. Kejadian tutupnya TPSA Piyungan tidak hanya sekali ini saja," katanya.
Penutupan TPSA Piyungan juga terjadi pada Agustus dan Desember 2018, namun hanya berlangsung dua hari sehingga warga Kota Yogyakarta hampir tidak merasakan dampaknya.
"Tetapi, karena penutupan kali ini berlangsung lebih lama, maka banyak warga yang kemudian baru merasa kesulitan membuang sampah," katanya.
Suyana mengatakan fungsi Bank Sampah yang saat ini berjumlah 470 unit perlu terus dimaksimalkan dan pengolahan sampah organik di rumah tangga juga perlu dilakukan.
"Misalnya dengan menggunakan biopori, komposter atau keranjang takakura untuk menghasilkan kompos. Sampah yang dibuang ke TPSA Piyungan adalah sampah yang memang sudah tidak bisa diolah lagi," katanya.
Dengan demikian, lanjut dia, jika TPSA Piyungan tidak beroperasi kembali maka warga Kota Yogyakarta sudah siap karena budaya mengelola sampah sejak dari rumah tangga sudah berjalan dengan baik.
Sementara itu, Kecamatan Tegalrejo Kota Yogyakarta akan melakukan inovasi pengolahan sampah dengan alat pengolah sampah tanpa pilah. Dengan alat tersebut, sampah yang sudah dipilah akan dibakar dan abu yang dihasilkan akan digunakan sebagai salah satu bahan pembuatan batako atau bata ringan.
"Mei ini, alat tersebut sudah datang. Kami pesan dari Cirebon dan Mojokerto. Namun, tidak semua sampah akan diolah menggukan alat tersebut. Masyarakat tetap harus memilah sampahnya terlebih dulu," kata Camat Tegalrejo R Riyanto Tri Noegroho.
Baca juga:
Yogyakarta minta warga gencarkan pengelolaan sampah rumah tangga
Yogyakarta akan olah sampah menjadi batako
Pewarta: Eka Arifa Rusqiyati
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2019