Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengamankan 84 kardus di sebuah lokasi di Jakarta yang berisikan amplop-amplop berisi uang diduga dipersiapkan oleh anggota DPR RI Bowo Sidik Pangarso (BSP) untuk "serangan fajar" pada Pemilu 2019.
Uang tersebut diduga terkait pencalonan Bowo sebagai anggota DPR RI di Daerah Pemilihan Jawa Tengah II.
"Jumlah kardus yang diamankan ada sekitar 400.000 amplop dalam kardus-kardus ini berisikan uang. Kami duga tentu dari bukti-bukti yang sudah kami dapatkan itu akan digunakan untuk pendanaan politik dalam 'serangan fajar' pada Pemilu 2019 pada 17 April nanti," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat jumpa pers di Gedung KPK RI, Jakarta, Kamis.
Adapun total uang dari 84 kardus yang diamankan itu sekitar Rp8 miliar dalam pecahan Rp20 ribu dan Rp50 ribu yan telah dimasukkan dalam amplop-amplop.
"Ini kami amankan dan dibawa ke kantor KPK karena ada sebagian dari uang yang diduga sudah pernah diterima sebelumnya sekitar enam kali. Penerimaan itu sudah tergabung dalam amplop-amplop," ungkap Febri.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan Bowo Sidik Pangarso bersama dua orang lainnya sebagai tersangka dugaan suap terkait dengan kerja sama pengangkutan pelayaran.
Diduga sebagai penerima Bowo Sidik Pangarso (BSP) dan Indung (IND) dari unsur swasta, sedangkan diduga sebagai pemberi, yaitu Marketing Manager PT Humpuss Transportasi Kimia Asty Winasti (ASW).
Sebagai pihak yang diduga penerima Bowo dan Indung disangkakan melanggar Pasal 12 Huruf a atau Huruf b atau Pasal 11 dan/atau Pasal 12B Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Sebagai pihak yang diduga pemberi Asty disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) Huruf a atau Huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
KPK menjelaskan konstruksi perkara yang menjerat empat tersangka tersebut.
Sebelumnya, kata Wakil Ketua Basaria Panjaitan dalam jumpa pers itu, perjanjian kerja sama penyewaan kapal antara PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK) sudah dihentikan.
"Terdapat upaya agar kapal-kapal PT HTK dapat digunakan kembali untuk kepentingan distribusi pupuk PT Pupuk Indonesia. Untuk merealisasikan hal tersebut, pihak PT HTK meminta bantuan BSP, anggota DPR Rl," ucap Basaria.
Selanjutnya, pada tanggal 26 Februari 2019 dllakukan nota kesapahaman (MoU) antara PT PILOG (Pupuk lndonesia Logistik) dengan PT Humpuss Transportasi Kimia.
"Salah satu materi MoU tersebut adalah pengangkutan kapal milik PT HTK yang digunakan oleh PT Pupuk Indonesia," tuturnya.
Bowo diduga meminta fee kepada PT Humpuss Transportasi Kimia atas biaya angkut yang diterima sejumlah dua dolar AS per metrik ton.
"Diduga sebelumnya telah terjadi enam kali penerimaan di berbagai tempat, seperti rumah sakit, hotel, dan kantor PT HTK sejumlah Rp221 juta dan 85.130 dolar AS," ungkap Basaria.
Uang yang diterima tersebut diduga telah diubah menjadi pecahan Rp50 ribu dan Rp20 ribu sebagaimana ditemukan tim KPK dalam amplop-amplop di sebuah kantor di Jakarta.
"Selain penerimaan terkait dengan kerja sama pengangkutan di bidang pelayaran antara PT PILOG dan PT HTK, KPK juga mendapatkan bukti telah terjadi penerimaan-penerimaan lain terkait dengan jabatan BSP, anggota DPR RI," ujar Basaria.***2***
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2019