Jakarta (ANTARA) - Dalam sidang pembacaan eksepsi yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, kuasa hukum Steve Emmanuel mengatakan kliennya sempat ditodong pistol oleh polisi ketika dilakukan penangkapan

Menurut eksepsi yang dibacakan oleh kuasa hukumnya, Agung Sihombing, Steve menolak untuk diperiksa oleh polisi yang datang membawa surat geledah karena nama dan tanggal lahir yang tertera dalam surat tersebut tidak sesuai.

"Steve tiba-tiba ditangkap oleh polisi yang mengaku punya izin geledah, namun dalam surat yang diperlihatkan para saksi penangkap, nama yang tertulis salah dan tidak ada izin dari pengadilan untuk menggeledah," kata Agung saat membacakan eksepsi di ruang sidang, Kamis.

Steve pun menolak untuk digeledah karena merasa surat itu tidak ditujukan untuk dirinya, akibatnya Steve ditodong dengan pistol oleh salah satu polisi yang menangkapnya.

"Sampai akhirnya salah satu polisi penangkap mengeluarkan pistol kecil berwarna silver semacam colt yang ditodongkan ke arah kepala sehingga membuat terdakwa gemetar shock dan lemas. Saat itu polisi menyatakan mencari kokain dan pengedar kokain, bukan mencari terdakwa," kata Agung.

Selain pengakuan di atas, kuasa hukum Steve juga membacakan sejumlah kejanggalan dalam kasusnya dalam memohon agar dakwaan Steve batal demi hukum.

Majelis hakim yang dipimpin oleh Hakim Erwin Djong kemudian memberi waktu satu pekan kepada jaksa untuk memberikan tanggapan atas eksepsi Steve Emmanuel.

Seperti yang diberitakan sebelumnya, Steve Emmanuel (35) diamankan oleh Timsus III Narkoba Polres Jakarta Barat di lobi Kondomium Kintamani di Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, Jumat (21/12).

Saat ditangkap Steve kedapatan mengantongi barang bukti berupa satu buah alat hisap kokain dan satu botol kokain seberat 92,04 gram.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada sidang perdana yang menjerat Steve dengan dakwaan ‎Pasal 112 ayat 2 dan Pasal 114 ayat 2 UU No 35/2009 tentang Narkotika di Pengadilan Negeri Jakarta Barat.

Ancaman pidana dari kedua pasal di atas adalah kurungan minimal enam tahun dan maksimal 20 tahun atau hukuman mati.

Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2019