Tokoh-tokoh seperti Karitni dan Sri Sulandari pada masanya telah banyak menggaungkan isu kesetaraan dan nasionalisme,
Jakarta (ANTARA) - Pegiat kesetaraan gender sekaligus Direktur Jurnal Perempuan Atnike Nova Sigiro mengatakan feminisme di Indonesia sudah ada sejak pra-kemerdekaan.

"Feminisme diidentikan dengan pemikiran Barat, ide-ide asing, maka feminisme itu ditolak Padalah dalam sejarah Indonesia feminisme sudah lahir dan tumbuh sejak masa pra-kemerdekaan Indonesia," kata dia di Jakarta, Rabu.

Tokoh-tokoh seperti Karitni dan Sri Sulandari pada masanya telah banyak menggaungkan isu kesetaraan dan nasionalisme.

Feminsime dari masa ke masa terus mendapatkan tekanan, pasca 1965 gerakan perempuan menjadi dibatasi dan dikontrol, hingga pada masa menjelang era reformasi gerakan serta pemikiran perempuan berusaha hadir.

Salah satu gerakan perempuan pada reformasi 1998 dan menjadi ikon penting adalah gerakan Suara Ibu Peduli. Gerakan tersebut tak hanya gerakan menjual susu murah semata, mereka juga menyuarakan tentang reformasi.

Gerakan perempuan tidak berhenti di situ, mereka terus mendorong adanya undang-undang yang didedikasikan untuk melindungi perempuan dari tindak perdagangan orang, memperjuangkan keikutsertaan perempuan dalam pemilu dan berusaha melindungi perempuan di ranah domestik.

Gerakan perempuan juga telah membuat Indonesia memiliki institusi khusus untuk menangani kasus kekerasan terhadap perempuan, salah satunya adalah Komnas Perempuan, dan layanan terpadu P2TP2A.

Atnike mengatakan semua hal itu tercipta karena perempuan menjadikan gerakannya sebagai aksi kolektif yang berusaha menyuarakan keadilan bagi kelompoknya dan kelompok marginal yang lain.

"Setiap zaman perempuan Indonesia terus membawa hal yang baru. Suara yang mereka usung memperjuangkan nilai-nilai universal, mereka tidak saja melindungi dirinya sendiri, tetapi juga anaknya, PRT atau siapa pun yang terdominasi di ranah domestik," kata dia.

 

Pewarta: Aubrey Kandelila Fanani
Editor: Hendra Agusta
Copyright © ANTARA 2019