Jakarta (ANTARA) - Akademisi Indonesia Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie menilai untuk menghindari jual beli jabatan dalam institusi kementerian maupun lembaga butuh perbaikan etika para aparatur sipil negara (ASN).
"Kita butuh 'enlightment personalities'. Orang-orangnya, karakter harus berubah," kata Jimly dalam diskusi media bertajuk "Teguh Membangun Pemerintahan yang Bersih dan Modern" dilaksanakan di Kantor Staf Presiden, Jakarta pada Rabu.
Menurut Jimly, selain membenahi peraturan yang berlaku, institusi masing-masing harus menanamkan kode etik kepada aparatnya untuk menjaga kualitas lembaga.
Guru besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia itu menambahkan jika seorang pejabat di suatu kementerian atau lembaga terlibat kasus jual beli jabatan, maka sanksi etika, seperti pemecatan, perlu dilakukan untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap institusi pemerintahan.
Kasus penangkapan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan RMY di Sidoarjo, Jawa Timur, Jumat (15/3) oleh penyidik KPK atas dugaan suap untuk seleksi jabatan di lingkungan Kementerian Agama, menurutnya dapat menjadi pelajaran untuk melakukan tindakan yang lebih serius.
"Di tahun politik ini, kalau ini dibiarkan, makin merusak. Kita ingin memperkuat posisi KASN, KPK, untuk pembersihan," ujar Jimly.
Jimly menilai kegiatan jual beli jabatan pimpinan tertinggi di kementerian atau lembaga disebabkan beberapa faktor, salah satunya pengaruh politik.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu menilai beban anggaran partai politik yang besar pun mendorong jual beli jabatan tersebut.
Selain itu, sikap budaya yang didukung faktor non-meritokrasi masih dilakukan.
Dia juga berharap tiga lembaga yakni Komisi Pemberantasan Korupsi, Komisi Aparatur Sipil Negara, dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dapat bekerja sama erat untuk mengawasi.
Pewarta: Bayu Prasetyo
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2019