Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Riza Patria mengatakan, aturan mengenai hitung cepat yang diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, bertujuan agar pelaksanaan Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden mengedepankan azas Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur dan Adil (Luber Jurdil).
"Karena maksud saya, kalau hasil hitung cepat langsung diumumkan setelah bagian Barat, berarti kan jam 1 (siang) itu kan dianggap dapat mempengaruhi daripada proses, dapat memberikan pengaruh pada pemilih," kata Riza Patria dalam diskusi di Gedung Dewan Pers, Jakarta, Rabu.
Dia menjelaskan, aturan hitung cepat dua jam setelah pemungutan suara agar tidak membingkai suatu persepsi publik terkait hasil Pemilu padahal di sisi lain KPU RI belum selesai proses penghitungan suara.
Menurut dia, atas dasar itu maka Pemerintah dan DPR menyetujui adanya pasal tersebut ketika UU Pemilu disusun dan tidak ada maksud serta tujuan lain dari dibuatnya aturan tersebut.
"Apalagi sesungguhnya sesuai dengan undang-undang pemilu yang dianggap sah, akurat, benar, dan legitimate itu adalah hasil perhitungan dan rekapitulasi yang diselenggarakan KPU," ujarnya.
Politisi Partai Gerindra itu menilai pihak manapun seperti konsultan, lembaga survei, parpol, peserta pemilu, boleh melakukan perhitungan dan perekapan suara bagi kepentingan masing-masing.
Namun menurut dia, yang memiliki kewenangan dan otoritas mengumumkan hasil penghitungan dan rekap hasil Pemilu adalah KPU.
Sebelumnya, Asosiasi Riset Opini Publik Indonesia (AROPI) mengajukan permohonan uji materi Pasal 449 Ayat (2), Ayat (5), dan Ayat (6); Pasal 509; dan Pasal 540 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Gugatan tersebut khususnya menyangkut larangan hasil survei yang dirilis pada masa tenang dan waktu penayangan hitung cepat atau "quick count".
AROPI menilai dilarangnya penayangan hasil survei dan hitung cepat dua jam setelah Tempat Pemungutan Suara (TPS) Waktu Indonesia Barat (WIB) tutup, dinilai merugikan publik.
Hal itu karena mereka tidak bisa mendapatkan informasi prediksi hasil pemilu secara cepat.
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2019