"Masalah pilih-memilih itu belum tahu, yang penting bersuara," ujarnya.Pekanbaru (ANTARA) - Masyarakat adat Talang Mamak di Kabupaten Indragiri Hulu, Riau, sebagai bagian dari ribuan suku bangsa di Indonesia tengah bersiap mengikuti pemilihan umum tahun ini.
Denyut menyambut pesta demokrasi lima tahunan secara nasional di negeri ini terasa di Desa Talang Durian Cacar dalam Merayakan Demokrasi Indonesia.
Desa Talang Durian Cacar, dengan luas 25 kilometer persegi, merupakan desa terluas di Kabupaten Indragiri Hulu. Di dalamnya terdapat delapan dusun yang 70 persen adalah Suku Talang Mamak.
Dari penduduk di desa itu, terdapat 870 kepala keluarga yang sudah mempunyai kartu keluarga (KK) tetapi sebenarnya ada 900 kepala keluarga, sehingga sekitar 30 kepala keluarga belum memiliki KK.
Jumlah pemilih di daftar pemilih tetap untuk Pemilu 2019 di desa itu ada sebanyak 1.344 orang.
Baca juga: Mendongrak partisipasi Suku Talang Mamak
Penjabat Sementara (Pjs) Kepala Desa Talang Durian Cacar Husaini mengatakan mayoritas pemilih adalah warga Talang Mamak.
Sejak awal pertemuan dengan Husaini, dia tidak setuju jika disebut warga Talang Mamak bersikap apatis terhadap penyelenggaraan Pemilu.
Ia mengatakan kondisi di lapangan justru terlihat ada semangat warga Talang Mamak sampai rela berjalan kaki jauh dari rumah menuju TPS.
"Partisipasi rendah itu hanya di kertas karena aslinya ada warga yang semangat berjalan tiga kilometer menuju TPS. Pada Pemilu 2014 hanya ada empat TPS, dan Pemilihan Gubernur bertambah jadi lima TPS. Bayangkan dengan kondisi jalan seperti ini hanya ada lima TPS untuk delapan dusun," katanya.
Karena itu, dia selaku perangkat desa mengusulkan kepada PPK Rakit Kulim untuk menyukseskan Pemilu serentak 2019. Jumlah TPS harus ditambah.
KPU Indragiri Hulu menyetujui ada penambahan menjadi delapan TPS.
"Artinya ada TPS di tiap dusun," katanya.
Baca juga: Pesta demokrasi dan peran ki petinggi di Tengger
Baca juga: Merawat demokrasi di puncak Bromo
Ketua KPU Kabupaten Indragiri Hulu Yeni Mairida mengatakan pihaknya selaku penyelenggara Pemilu kini menerapkan strategi jemput bola untuk lebih banyak mendengarkan permasalahan Suku Talang Mamak, dan mencari solusi untuk meningkatkan partisipasi politik mereka. Setelah komisioner KPU Indragiri Hulu dilantik pada awal Maret ini, Yeni langsung tancap gas mengunjungi Desa Talang Perigi untuk mencari penyebab rendahnya warga Talang Mamak datang ke TPS.
Ternyata di Desa Talang Perigi sekitar 70 persen warga tidak bisa baca dan tulis. Artinya, mereka enggan ke TPS karena tak tahu siapa yang dipilih, apalagi mungkin calon anggot legislatifnya nanti mereka tidak tahu karena surat suara tidak pakai foto.
Maka solusinya, lanjut Yeni, KPU memberikan jalan keluar bahwa pemilih yang buta huruf bisa dibantu oleh pendamping, yaitu sanak saudara maupun famili dan juga bisa minta bantuan ke petugas panitia pemungutan suara.
Mereka bisa langsung datang pada hari H, pendamping isi formulir C3 pendamping pemilih, berupa pernyataan menjamin kerahasiaan orang yang didampingi.
Mengenai kendala geografis, KPU setempat sudah menambah jumlah TPS yang dekat dengan tempat tinggal warga-warga pedalaman. Dengan begitu, warga Talang Mamak bisa memanfaatkan waktu untuk menyalurkan hak pilihnya di jam yang ditentukan, yakni dari pukul 07.00 hingga 13.00 WIB pada hari pemungutan suara.
"Kondisi geografis memang jadi penghalang, karena itu TPS kami bangun dekat sana agar tidak menyulitkan warga," ujarnya.
Selain itu, KPU juga tidak akan bosan mengingatkan partai politik untuk berperan serta melakukan sosialisasi Pemilu ke warga pedalaman. Partai politik maupun calon legislatif dan tim sukses harus mau memberikan visi dan misi tentang Pemilu kepada masyarakat adat Talang Mamak, meski untuk menjangkau daerah tersebut butuh usaha ekstra.
"Partai politik juga punya tanggung jawab untuk meningkatkan partisipasi politik," katanya.
Kalau sayang kepada negeri sendiri, bukti sayang itu ditunjukan dengan datang ke TPS. Pilih pemimpin yang dinilai bisa memimpin daerah.
Jadi pemandu
Bagi Batin Urusan di Desa Talang Gedabu, ada satu kerisauan pada penyelenggaraan Pemilu 2019 yang harus dicermati pihak penyelenggara.
Ia mengatakan keinginan warga Talang Mamak untuk ikut pemilu sebenarnya mulai meningkat tetapi ada potensi surat suara tidak dihitung akibat banyak warganya buta huruf.
Pria berusia 50 tahun ini menyadari betul bagaimana pengalamanan saat Pemilihan Gubernur Riau 2018 banyak suara hangus akibat masalah ini. Warga ada yang sudah jauh-jauh datang ke tempat pemungutan suara (TPS) tapi bingung melihat surat suara. Ada yang saking bingungnya, surat suara dilipat lagi dan langsung dicoblosnya.
"Karena bingung, surat suara tak dibuka. Dilipatnya, letakkan sebentar langsung ditikamnya. Ada sampai 4-5 lobang jadinya," kata Batin Urusan sambil tertawa saat mengenang pengalaman pemilu lalu di Desa Talang Gedabu.
Ia menilai kejadian itu membuat kerugian bagi pemerintah yang sudah menyiapkan Pemilu. Surat suara yang tidak sah atau hangus akibat masalah ini tidak sedikit.
"Bukan tidak memilih sebenarnya tetapi hangus tidak bisa digunakan. Jadi misalkan nanti di Talang Gedabu, ada 500 pemilih, kalau nanti 300 atau 400 hangus terbuang tak terpakai karena main cucuk saja," katanya. Main cucuk bermakna asal mencoblos tidak pada calon yang dipilih sehingga membuat surat suara tidak sah.
Batin Urusan menyarankan agar warga Talang Mamak yang sudah pandai membaca menjadi pemandu atau penunda bagi pemilih yang buta huruf di TPS. Hal itu harus dijelaskan secara jelas kepada warga, jangan sampai menimbulkan masalah saat hari pemungutan suara.
"Saya minta ke pemerintah, boleh kami yang sekolah jadi penunda di bilik suara ketika mencucuk. Kalau memang boleh, tolong kami dikasih tahu. Kalau tak boleh kasih tahu juga, jangan sampai saya masuk penjara nanti,” katanya sambil terkekeh-kekeh.
Pemangku adat tertinggi Talang Mamak Patih Yusuf mengatakan pemilu serentak tahun ini bisa membingungkan warganya yang tidak bisa membaca karena ada lima surat suara, masing-masing untuk memilih pasangan calon presiden dan wakil presiden, calon anggota DPR RI, calon anggota DPD RI, calon anggota DPRD provinsi, dan calon anggota DPRD kabupaten/kota.
Ia mengatakan belum ada calon anggota legislatif maupun tim sukses untuk Pemilu 2019 yang menggelar sosialisasi kepadanya di Desa Talang Durian Cacar. Hal ini tentu makin membuatnya bingung.
"Kami hanya mendengar dari orang-orang. Sosialisasi caleg maupun tim sukses belum ada," katanya.
Meski begitu, pemangku adat berusia 77 tahun ini berjanji akan membantu menyebarkan informasi bahwa akan ada hajat besar Pemilu pada tanggal 17 April 2019.
"Masalah pilih-memilih itu belum tahu, yang penting bersuara," ujarnya.
Semakin masuk ke pusat komunitas adat Talang Mamak, tantangan untuk suksesnya Pemilu semakin beragam.
Butuh pengakuan
Di rumah panggung terbuat dari kayu di Dusun VII Desa Talang Durian Cacar, Batin Model duduk bersandar pada tiang paling tengah.
Wajahnya penuh guratan termakan usia dan rambutnya memutih keperakan. Dengan penuh canda ia memperkenalkan dirinya dengan suaranya yang serak.
"Nama saya Model, model lama," kata pria tua itu sambil tertawa.
Ia banyak menjelaskan kegelisahan warga Talang Mamak yang keberadaannya seakan tidak diakui oleh pemerintah.
Kabar tentang tanah tempat tinggal mereka masuk kategori Hutan Produksi Terbatas (HPT) menyebar sejak 2017, dan ia mengakui hal itu membuat warga enggan ikut Pemilu Gubernur 2018 karena surat keterangan tanah dan tanah adat (ulayat) tidak diakui lagi.
"Padahal makam keramat ada, tanah keramat ada, hutan adat ada, tokoh adat ada, masyarakat pun banyak sekali di Desa Durian Cacar ini," kata Batin Model yang mengaku tak habis pikir kenapa tanah mereka dijadikan status HPT.
Ada empat desa yang dihuni masyarakat Talang Mamak secara turun-temurun ternyata dikategorikan kawasan HPT. Empat daerah itu antara lain Desa Talang Durian Cacar, Talang Pring Jaya, Talang Tujuh Buah Tangga, dan Desa Talang Sungai Ekok.
Untuk bisa mengelola HPT maka kawasan itu harus dilepas statusnya dari kawasan hutan negara. Sayangnya, masyarakat adat tersebut tidak mamahami ada program pemerintah terkait reformasi agraria seperti Perhutanan Sosial dan Tanah Objek Reforma Agraria (TORA).
Ia mengatakan warga Talang Mamak termasuk dirinya sudah mengadukan nasib mereka hingga ke Bupati Indragiri Hulu namun belum ada solusi yang bisa memastikan masa depan Suku Talang Mamak di tanah nenek moyang mereka sendiri.
Hingga kini juga belum ada calon anggota legislatif dan tim sukses partai politik yang datang ke warga Talang Mamak di desa itu, apalagi berjanji akan memperjuangkan nasib mereka.
Kampanye lebih sering hanya memasang spanduk alat peraga namun tidak pernah batang hidung calon anggota dewan itu nampak secara langsung.
Padahal, calon-calon yang akan dipilih untuk mengisi kursi-kursi di DPRD kabupaten dan provinsi, DPR RI di Senayan, dan juga presiden nanti, seharusnya juga mendengar suara-suara harapan dari masyarakat adat di pedalaman.
"Harapannya tentu kami ingin maju, ingin cerdik, dan yang paling pertama minta putihkan Desa Durian Cacar dari kawasan hutan kepada siapa pun yang jadi besok," kata Batin Model.
Patih Talang Mamak, Yusuf, menambahkan bahwa masyarakat adat sebenarnya tidak membuat harapan banyak untuk hasil Pemilu mendatang. Ia menyayangkan mengapa calon anggota legislatif dan tim suksesnya seakan tidak mau mendengarkan harapan-harapan mereka. Apakah ada kesan bahwa lokasi permukiman Talang Mamak yang terpencil tidak sebanding untuk diperjuangkan.
"Harapan kami gak banyak, yang penting aman, tenang, senang. Kalau kita gak aman, kenapa kita memilih," kata Patih Yusuf.
Pembangunan di Desa Talang Durian Cacar dalam tiga tahun terakhir sudah mulai terasa. Layanan listrik PLN yang semula hanya menjangkau dua dusun, kini mulai dilakukan pembangunan jaringan ke Dusun VII tempat tinggal Batin Model.
Di desa itu juga sudah ada puskesmas pembantu dan dua orang bidan. Begitu juga jumlah sekolah negeri yang terus ditambah, dan fasilitas desa seperti pasar bisa dibangun lebih baik dengan menggunakan program dana desa.
Sebagaimana disampaikan Batin Model di Desa Talang Durian Cacar, bahwa Suku Talang Mamak akan tetap menganggap pemerintah itu kawan baik.
"Jangan kita sering langgar melanggar, harus seiring sejalan, serunding sesebut. Jangan berunding serunding tetapi tertukar sebutnya, tertukar jalannya," kata Batin Model mengingatkan.
Editor: Budi Setiawanto
Copyright © ANTARA 2019