Beijing (ANTARA News) - Pemerintah Indonesia menyatakan komitmennya untuk tidak mencampuri urusan dalam negeri Tiongkok, sekalipun hubungan diplomatik kedua negara sempat membeku antara tahun 1967 hingga 1990. "Kita dari dulu memang tidak pernah mau mencampuri urusan dalam negeri Tiongkok bahkan ketika hubungan diplomatik kedua negara sempat beku sekalipun," kata Duta Besar (Dubes) RI untuk Tiongkok Sudrajat, ketika membuka seminar mengenai "Memberi Arti Penting Bagi Kemitraan Strategis RI-RRT, Peluang dan Tantangan", di Beijing, Jumat. Sekalipun sempat membeku hubungan diplomatik kedua negara dan dibuka kembali, kata Sudrajat, Indonesia tetap memegang prinsip "Kebijakan Satu Tiongkok" untuk masalah Taiwan. Menurutnya, hubungan diplomatik antara kedua negara dahulu memang sempat ada masalah, yakni dengan adanya "wilayah abu-abu" pada tahun 1967-1990 ketika kedua negara tidak ada hubungan diplomatik. Pemutusan hubungan diplomatik itu, nilai Dubes, karena pada saat itu ada pertentangan antara kapitalis dan komunis yang tajam sehingga berpengaruh pula terhadap hubungan kedua negara. "Tapi sejarah itu sudah berlalu dan kini kedua negara sudah melakukan hubungan diplomatik dan prinsip saling menghormati dan untuk tidak saling campur tangan dipegang teguh," kata Sudrajat. Apalagi sejak dicanangkan Kemitraan Strategis pada April 2005 antara Presiden Yudhoyono dan Presiden Hu Jintao, kedua negara sepakat untuk melihat ke depan dengan bagaimana berupaya meningkatkan hubungan politik, ekonomi, sosial dan budaya yang saling menguntungkan. "Sekarang di Indonesia sudah tidak ada lagi isu Tiongkok akan menyebarkan komunis, tidak ada lagi isu etnis. Itu semua sudah berlalu. Indonesia melihat Tiongkok sebagai mitra demikian pula sebaliknya," katanya. Tiongkok sendiri, kata Sudrajat, saat ini juga sedang dilirik oleh negara-negara lain untuk dijadikan mitra kerja karena kemajuan dan pembangunannya. Duta Besar (Dubes) RI di Tiongkok Sudrajat mengatakan, komunisme yang saat ini ada di Tiongkok bukan lagi sebagai ancaman bagi Indonesia karena komunisme yang ada bukan untuk ekspansi tapi untuk lebih pada entiti metode pembangunan negara. Menurutnya, pada jaman dahulu terutama pada perang dingin, apalagi saat Indonesia tidak mempunyai hubungan diplomatik, Indonesia pernah mengasumsikan bahwa komunis yang dijalankan oleh RRT adalah merupakan ancaman bagi Indonesia. Namun sekarang, tegas Dubes Sudrajat, hal itu tidak lagi merupakan ancaman mengingat komunis yang ada saat ini tidak untuk ekspansi tapi sebagai metode pembangunan negara itu.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007