Mojokerto (ANTARA) - Lahan Kritis di Jawa Timur setiap tahunnya mencapai 1,5 juta hektar, sehingga diperlukan penanganan yang komprehensif seperti penghijauan supaya lahan tersebut bisa kembali berfungsi seperti semula.

Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur Dewi Putriatni, Selasa mengatakan, jumlah tersebut ada yang benar-benar sudah tidak bisa ditanami lagi karena lahannya bebatuan.

"Oleh karena itu kami terus keluhkan upaya penanganan penghijauan dan juga sipil teknis terkait dengan pengembalian lahan hutan yang kritis tersebut," katanya di sela kegiatan puncak hari bhakti Rimbawan di Mojokerto Jatim, Selasa.

Ia mengatakan, upaya lainnya yang bisa dilakukan adalah dengan mengerahkan masyarakat desa hutan untuk membantu melakukan penghijauan di hutan-hutan yang sudah kritis tersebut.

"Kalau lahan itu dibutuhkan oleh masyarakat, tentunya masyarakat tersebut juga harus menanam tanaman tegak seperti jati dan juga tanaman lainnya," katanya.

Ia menjelaskan, sebagian besar lahan yang mengalami kerusakan itu masih berada di sumber daerah aliran sungai (DAS), salah satunya Tahura R Soerjo ini.

"Kami terus berupaya untuk melakukan penghijauan, dengan menggandeng berbagai pihak," katanya.

Dalam kegiatan itu juga diwarnai dengan pelepasan burung Jalak Putih pada puncak peringatan Hari Bhakti Ke-36 Rimbawan di Claket, Mojokerto, Jawa Timur sebagai bentuk pengembalian ekosistem habitat fauna yang ada di hutan setempat.

Asisten bidang Perekonomian dan Pembangunan Pemprov Jatim, Wahid Wahyudi, pada kesempatan itu mengatakan, selain pelepasliaran burung Jalak, juga dilakukan pelepasliaran hewan lainnya seperti berang-berang.*


Baca juga: Ratusan hektare lahan kritis di Biak-Papua direhabilitasi

Baca juga: 50.000 hektare lahan jadi target penghijauan

Pewarta: Indra Setiawan
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019