Mana yang kesadarannya bisa membedakan, istilahnya ada hendaya antara realita dan ininya, dia tidak bisa membedakan realita atau bukan
Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Daeng M Faqih menyarankan ketentuan pemilih bagi orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) pada Pemilu 2019 dijelaskan secara spesifik terkait kategori gangguan jiwa yang dialami.
Daeng mengatakan di Jakarta, Selasa, penyakit gangguan jiwa atau mental tidak sebatas hanya pada kategori gangguan jiwa berat tapi juga termasuk yang ringan dan masih memiliki kesadaran penuh.
"Mana yang kesadarannya bisa membedakan, istilahnya ada hendaya antara realita dan ininya, dia tidak bisa membedakan realita atau bukan," kata Daeng.
Dia menyebutkan gangguan jiwa psikotik atau bahkan skizofern merupakan penyakit yang menyebabkan penderitanya sudah tidak bisa membedakan hal apapun.
Namun di sisi lain, ada kategori orang dengan gangguan jiwa yang masih memiliki kesadaran namun perilakunya menyimpang. "Contoh bipolar, bipolar itu gangguan jiwa, penyalahgunaan pornografi, homoseks ada yang bilang gangguan jiwa, orang yang stres nggak bisa tidur itu masuk gangguan jiwa, apakah itu yang dimaksud, kalau itu yang dimaksud masih okelah," kata dia.
Oleh karena itu Daeng berpendapat harus ada ketentuan yang lebih jelas dalam pemberian hak suara pada masyarakat yang mengalami gangguan jiwa.
Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia menerbitkan Surat Edaran Nomor 1401/PL.02.1-SD/01/KPU/XI/2018 tentang Pendaftaran Pemilih Bagi Penyandang Disabilitas Grahita/ Mental. Surat edaran tersebut mengatur tentang pemenuhan hak memilih bagi penduduk dengan gangguan jiwa mental.
Baca juga: Jangan masalahkan orang dengan gangguan jiwa ikut Pemilu
Baca juga: KPU kesulitan cocokkan data pemilih difabel belum ber-KTP-e
Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019