Jakarta (ANTARA News) - Dirjen Pajak Depkeu Darmin Nasution mengakui terjadinya kebocoran penerimaan fiskal perjalanan ke luar negeri seperti yang diungkapkan anggota Komisi XI DPR, Dradjad Hari Wibowo, namun tren penurunan yang terjadi pun harus diakui sebagai bentuk perbaikan kinerja Ditjen Pajak. "Sebenarnya mungkin ada kebocoran di sana-sini, tetapi perbaikan jelas ada, karena pada 2004 itu perbedaannya 18 persen, 2005 12 persen dan 2006 tinggal 5 persen. Itu membaik, kan?" kata Darmin yang ditemui di sela-sela halal bihalal Depkeu di Jakarta, Jumat. Meski berharap penurunan kebocoran itu dapat diperbaiki, Darmin menyatakan menutupi kebocoran sama sekali atau perbedaan nol persen itu sulit dilakukan. "Karena memang tidak semua orang harus membayar fiskal dan sumber pencatatan tidak sama waktunya," kata Darmin. Dia menjanjikan, pihaknya akan terus melakukan perbaikan prosedur pengawasan, baik di bandara, maupun di pelabuhan. Lebih lanjut Darmin menegaskan, mengingat fiskal perjalanan ke luar negeri bukanlah merupakan pajak yang terpisah, maka sebenarnya jika ada yang tidak membayar fiskal, hal itu akan dapat diketahui pada akhir tahun takwim. "Fiskal itu bukan berdiri sendiri. Itu adalah PPh yang dibayar di muka, akhirnya yang kita pajaki itu adalah orangnya," katanya. Dia juga mengatakan, pihaknya telah mengusulkan penghapusan fiskal perjalanan ke luar negeri pada 2010 dalam usulan pembahasan RUU PPh di DPR, mengingat banyaknya pihak yang merasa keberatan dengan pengenaan fiskal tersebut. "Tujuannya memang macam-macam, termasuk untuk mengurangi semangat orang untuk jalan-jalan berbelanja ke luar negeri," jelasnya. Pada 2006, penerimaan negara dari pembayaran fiskal perjalanan ke luar negeri mencapai Rp 1,2 triliun. Sebelumnya, anggota Komisi XI DPR, Dradjad Hari Wibowo, mengatakan bahwa dalam kunjungan kerja mereka ke Bandara Internasional Soekarno-Hatta, pihaknya menemukan adanya perbedaan jumlah penumpang yang dicatat oleh PT Angkasa Pura II dan Unit Fiskal Luar Negeri Ditjen Pajak hingga 1 juta orang dalam tiga tahun terakhir sehingga negara berpotensi kehilangan penerimaan Rp1 triliun. Bahkan, tambahnya, potensi kehilangan tersebut bisa bertambah besar, karena ternyata data unit Fiskal Luar Negeri Ditjen Pajak sudah memasukkan penumpang yang memperoleh fasilitas bebas fiskal. Menurut Dradjad, pada 2004 terjadi perbedaan jumlah penumpang 18,4 persen, 2005 11,5 persen, dan 2006 sebesar 5,7 persen.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007