Jakarta (ANTARA News) - Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein meminta pemerintah dan DPR mempercepat revisi UU Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) sehingga bisa memperluas wewenang PPATK. Hal itu disampaikan Yunus Husein kepada pers usai memaparkan laporan analisis PPATK kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat. "Perlunya percepatan penyelesaian RUU bisa mengakomodir perluasan pelacakan, dan pencegahan dana-dana internasional terkait tindakan money laundering, juga pelacakan dana teroris," kata Yunus. Menurutnya, RUU TPPU sudah disampaikan ke DPR sejak Oktober 2006, namun pembahasannya baru sekali yaitu pada 27 Juni 2007 dan hingga sekarang belum ada kelanjutannya. Sesuai pasal 65 sampai 70 draf revisi UU TPPU juga memberi kewenangan kepada PPATK untuk menyita aset yang diduga berasal dari tindak pidana pencucian uang. Langkah penyelidikan juga bisa dilakukan PPATK, antara lain dengan melakukan penyadapan komunikasi untuk menganalisis transaksi keuangan melalui berbagai media. Selain itu PPATK juga berwenang menghentikan sementara seluruh atau sebagian kegiatan transaksi keuangan yang diduga terkait dengan tindak pidana. Ia menjelaskan, selain penambahan wewenang revisi tersebut juga mengatur penambahan jumlah pihak atau pelapor yang dapat melaporkan kepada PPATK terkait transaksi keuangan yang mencurigakan. Sesuai pasal 15 draft UU TPUU, disebutkan tentang Penyedia Jasa Keuangan (PJK) PJK yang meliputi bank, perusahaan pembiayaan, asuransi, perusahaan efek, pengelola reksa dana, wali amanat, pedagang valuta asing, penyelenggara kartu kredit dan kartu debet, pegadaian, dan usaha jasa pengiriman uang. Selain itu, sejumlah profesi yang dikategorikan sebagai pelapor seperti advokat, notaris, akuntan publik, kurator kepailitan, pejabat pembuat akta tanah, dan konsultan bidang keuangan sebagai pelapor transaksi keuangan, perusahaan penyedia barang dan jasa seperti perusahaan properti, dealer mobil, pedagang logam mulia dan barang antik, serta balai lelang. "Dengan revisi itu juga diharapkan ada penambahan kewenangan penyelidikan, termasuk membekukan transaksi-transaksi yang terindikasi masuk transaksi mencurigakan. Ini dalam rangka membantu penegakan hukum oleh Kepolisian, Kejaksaan, KPK dan lain-lain," ujarnya. Meski begitu, kata Husein, PPATK hanya sebatas menerima laporan dan menyampaikannya kepada aparat penegak hukum untuk ditindaklanjuti ke tingkat penyidikan. Pada pertemuan dengan Presiden Yudhoyono yang juga didampingi Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Kapolri Jenderal Polisi Sutanto itu, Yunus Husein juga menyampaikan hasil analisis Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKP) periode 2003-September 2007 sebanyak 11.347, Laporan Transaksi Keuangan Tunai (LTKT) sebanyak 215 laporan, dan Laporan Pembawaan Uang Tunai sebanyak 2.015 laporan. Ia juga menyampaikan kewenangan pembinaan Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang menjadi pegawai di PPATK. "Saat ini pegawai PPATK mencapai 120 orang, terdiri atas 20 orang pegawai Bank Indonesia, 18 orang pegawai Departemen Keuangan, 16 orang dari Kepolisian, dan dari unsur lainnya seperti Kejaksaan, BPK, Kementerian PAN, Departemen Hukum dan HAM, dan sejumlah pegawai kontrak," katanya. Yunus melaporkan kepada Presiden soal rencana menempati kantor baru yaitu Gedung PPATK di Jalan Juanda No. 35 Jakarta Pusat, dari sebelumnya meminjam ruangan kantor di Gedung Bank Indonesia selama hampir lima tahun. "Gedung baru dengan luas tanah 4.500 meter, dan bangunan 6.000 meter yang berasal dari aset BPPN itu telah selesai, dan rencananya Presiden bersedia meresmikannya pada akhir November 2007," ujarnya.(*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007