Brisbane (ANTARA News) - Sersan Matthew Locke, tentara Australia dari resimen pasukan elit "Special Air Service" (SAS) yang tewas ditembak gerilyawan Taliban di Provinsi Oruzgan, Kamis, pernah bertugas di Timor Leste dan menerima medali PBB dengan pita UNTAET (United Nations Transitional Authority East Timor Ribbon). Departemen Pertahanan Australia, Jumat, secara resmi mengumumkan nama prajurit SAS yang gugur itu berikut dengan berbagai bintang jasa dan medali yang pernah diterimanya sepanjang karir kemiliterannya. Sersan Matthew Locke yang memulai karir kemiliterannya pada 11 Juni 1991 itu menjadi bagian dari pasukan Australia yang pernah bertugas di Timor Leste pada era transisi kemerdekaan bekas provinsi ke-27 Indonesia itu. Ia tewas akibat luka tembak serius yang dideritanya saat berpatroli bersama beberapa rekannya dalam operasi "SPIN GHAR" untuk menumpas kantong-kantong perlawanan gerilyawan Taliban di kawasan Tarin Kowt. Sersan Locke meninggalkan seorang istri dan seorang anak lelaki. Dengan gugurnya prajurit SAS yang pernah bertugas di Timor Leste dan pada Desember 2006 lalu menerima penghargaan berupa "Medali Gallantry" itu, Australia sejauh ini telah kehilangan dua tentaranya di medan tempur Afghanistan. Sebelumnya pada 8 Oktober lalu, David Pearce, tentara Australia yang juga bermarkas di Provinsi Oruzgan, barat Kabul, pun gugur dalam serangan bom gerilyawan Taliban. Panglima Angkatan Bersenjata Australia (ADF) Marsekal Allan Grant (Angus) Houston, mengatakan dalam insiden yang menimpa Matthew Locke, beberapa pasukan Australia lain yang terlibat dalam operasi tersebut telah mencoba menyelamatkan nyawa rekannya. Helikopter pasukan koalisi pun segera terbang ke lokasi kejadian dan mengevakuasi anggota SAS yang terluka itu ke fasilitas medis terdekat, namun dia tak mampu bertahan karena lukanya, katanya. Kehadiran ratusan tentara ADF di Provinsi Afghanistan Selatan itu dimaksudkan untuk mengamankan para personel Satgas Rekonstruksi bersama kontingen pasukan NATO asal Belanda yang bermarkas di Tarin Kwot. Sejak awal pemberangkatan pasukannya ke Afghanistan, Perdana Menteri John Howard telah mengingatkan bahwa misi para personel ADF di negara itu berbahaya dan tidak mudah. Hingga pertengahan 2007, terdapat 950 orang personel ADF di Afganistan dan jumlah itu akan meningkat menjadi seribu orang pada pertengahan 2008. (*)
Pewarta:
Copyright © ANTARA 2007