New York (ANTARA News) - American Civil Liberties Union (ACLU), Selasa, menantang di pengadilan federal penolakan pemerintah AS untuk memberi visa kepada intelektual Muslim yang berkedudukan di Swiss, Tariq Ramadan. Ramadan, salah satu intelektual terkemuka di dunia mengenai Islam, dipaksa menolak kedudukan tetap di University of Notre Dame ketika pemerintah AS menolak untuk memberinya visa pada penghujung 2004, dengan dasar apa yang disebut "ketetapan pengeluaran ideologi" Patriot Act. Washington belakangan mencabut pernyataannya, dan tak mampu membuktikan bahwa Ramadan telah mensahkan terorisme. Tetapi AS melarang tokoh intelektual itu pada September 2006 dengan alasan ia "memberi sumbangan" antara 1998 dan 2002 kepada satu yayasan amal yang berpusat di Swiss yang menyediakan bantuan bagi rakyat Palestina. Lembaga tersebut dimasukkan ke dalam daftar organisasi teroris AS pada 2003. "Pemerintah melarang Profesor Ramadan bukan karena tindakannya tapi karena gagasannya," kata Direktur Proyek Nasional ACLU Jameel Jaffer kepada pengadilan di New York. "Pengeluaran ideologi adalah suatu bentuk penyensoran dan itu tak bisa ditolerir di satu negara yang terikat komitmen pada nilai-nilai demokratis," katanya kepada AFP. ACLU menuntut pemerintah AS pada 2006 dengan mengatasnamakan American Academy of Religion, American Association of University Professors dan PEN American Center --yang semuanya telah mengundang Ramadan sebagai pembicara tamu. "Pengeluaran ideologi oleh kaum intelektual seperti Tariq Ramadan memelaratkan perdebatan akademis dan politik di dalam Amerika Serikat dan melaranggar hak asasi mereka yang berusaha bertemu dengan kaum intelektual, mendengar pandangan mereka, dan terlibat dalam perdebatan, berdasarkan First Amendment (Undang-Undang Dasar AS)," kata Jaffer. ACLU, Kamis, mengulangi pernyataan yang dibuatnya ketika pertama kali organisasi itu mengajukan tuntutan terhadap Menteri Keamanan Dalam Negeri Michael Chertoff dan Menteri Luar Negeri Condoleezza Rice. "Kendati apa yang disebut ketentuan pengeluaran ideologi secara nyata ditujukan pada mereka yang `mensahkan terorisme`, ketentuannya tak jelas dan menjadi sasaran manipulasi politik," kata Arthur Eisenberg, Direktur Hukum New York Civil Liberties Union. "Sumbangan kecil kemanusiaan Profesor Ramadan sepenuhnya diperkenankan saat ia melakukannya, dan ia tak mempunyai alasan untuk mengetahui bahwa yayasan itu mendukung HAMAS, jika memang benar," kata Melissa Goodman, staf hukum di National Security Project di ACLU. Ramadan,, tokoh intelektual kontroversial, adalah cucu dari Hassan al-Banna, pendiri Ikhwanul Muslimin --gerakan sosial dan politik Islam yang didirikan di Mesir pada 1920-an. Ia tinggal di Jenewa dan mengajar di Oxford University, Inggris. (*)
Copyright © ANTARA 2007