Hasil imbang 1-1 ketika menjamu Gabon di Bujumbura pada Sabtu memastikan tempat kedua bagi Burundi di grup C setelah Mali di puncak klasemen.
"Sangat luar biasa, aku tidak bisa berkata-kata," kata Berahino kepada Radio France International seperti dikutip Reuters, Minggu.
"Dari awal hingga finis sangat lah hebat, dari momen ketika kami tiba di stadion hingga kami meninggalkannya. Sangat tak terbayangkan," kata Berahino.
We just made history I can’t believe it pic.twitter.com/wy4mBlMXFR
— Saido Berahino (@SBerahino) March 23, 2019
Penyerang berusia 25 tahun itu meninggalkan negara asalnya ketika dia berumur 10 tahun bersama ibunya, karena sang ayah terbunuh akibat perang saudara.
"Aku hanya bisa berterima kasih ke Tuhan bahwa aku selalu ingin membela tim di turnamen yang besar, aku bisa melakukan itu bersama tanah kelahiranku. Ini sempurna. Suatu mimpi yang terwujud."
Baca juga: Berahino diberi waktu untuk pertimbangkan masa depannya
Berahino diberi status pengungsi oleh Inggris Raya ketika dia memulai karir sepakbolanya di West Bromwich Albion. Dia bahkan pernah membela timnas Inggris U-21 dan juga dipanggil untuk membela skuat senior Inggris.
Tahun lalu, FIFA menyetujui permintaan Berahino untuk beralih membela negara asalnya. Sejak itu pula dia telah rutin membela Burundi di kualifikasi Piala Afrika sejak pertama kali melakoni debut melawan Gabon pada September lalu.
Masuknya Berahino menjadi pemicu semangat tim yang tidak banyak memiliki pemain berpengalaman itu di turnamen yang kali ini meloloskan 24 tim ke putaran final.
"Keputusan itu membuat kami semakin termotivasi dan itu memberi kami determinasi lebih yang kami butuhkan untuk menorehkan nama kami di Piala Afrika," imbuhnya.
"Bukan perkara mudah, tapi kami adalah skuat yang sangat bersatu. Kami sukses karena kesatuan kami."
Pewarta: Aditya Eko Sigit Wicaksono
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2019